Standar WHO 20 Persen Angka Stunting di Kota Solok Menurun

Standar WHO 20 Persen Angka Stunting di Kota Solok Menurun
Standar WHO 20 Persen Angka Stunting di Kota Solok Menurun

SOLOK, HALOPADANG—Jumlah angka anak penderita tubuh pendek atau stunting di Kota Solok mengalami penurunan. Bahkan jauh turun dari ambang batas nasional dan WHO. Hal itu disampaikan oleh Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dinas Kesehatan Kota Solok, Aprinur Azwira kepada Haluan, di Kota Solok, Jumat (28/2).

Ia menjelaskan, ada dua riset yang dilakukan dalam melihat hasil angka stunting, pertama berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dengan pemantauan kasus gizi memakai sistem survei yang hasilnya per kota.

Sementara satu lagi dengan cara Pemantau Status Gizi (PSG), sampel yang dihasilkan perkelurahan, dan dilakukan oleh enumerator dari Puskesmas yang ada. Angka Riskesdas pada 2018 terdapat 25,7 persen anak stunting.

Sedangkan di PSG yang dilakukan oleh tenaga gizi di Puskesmas dengan sampelnya 600 orang tercatat stuntingnya 21,2 persen. “Pada 2019 PSG tidak lagi ada, dan diganti dengan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), dan hasilnya angka stunting turun menjadi 15,85 persen. Hasil itu jauh di bawah standar organisasi kesehatan dunia, atau World Health Organization (WHO) dengan angka 20 persen,” ucap Aprinur Azwira.

Ia mengatakan riset SSGBI dilakukan oleh petugas dari pusat (Kementrian Kesehatan) Badan Pusat Statistik (BPS) dan didampingi oleh Dinkes Kabupaten dan Kota. “Jadi hasil sensus penduduk (BPS) jika ada yang punya balita maka itulah yang diukur gizinya, jadi petugas mengunjungi ke rumahnya,” kata wanita yang disampa Era itu.

Ia menjelaskan, dengan turunnya angka stunting, Kota Solok pada 2019 berhasil menurunkan angka stunting. Selain itu program Germas yang disosialisasikan berjalan dengan baik. “Untuk di Kota Solok kami masih menjalankan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) seperti memberikan biskuit untuk balita bagi anak-anak yang kurang tinggi itu ada di Posyandu. Dan itu ada di
85 Posyandu yang ada,” ucapnya.

“Kami berharap status gizi baik yang kurang atau pun pendek, kurus kalau bisa kami upayakan di bawah target. Dan kasus gizi buruk kami upayakan seminimal mungkin,” kata Era menambahkan. Pemanfaatan sumbar daya alam lokal untuk obat stunting sebenarnya sudah ditemukan oleh Dosen Poltekes Padang, Eva Yuniritha. Ia melaluka penelitian pada 2013-2014 dan hasilnya yang luar biasa, bahwa ikan endemik tersebut mampu mengobati stunting.

Hasil penelitiannya yang dibuat dalam bentuk sirup itu diintervensikan kepada 60 orang anak stunting di Paninggahan, Kabupaten Solok selama tiga bulan. Anak stunting yang telah mengkomsumsi sirup, peningkatan tinggi badannya lebih dari 3,63 cm per bulan. Jika dihitung per tahun terjadi penambahan Tinggi Badan (TB) sebanyak 15,71 cm, jauh lebih tinggi dari penambahan TB anak normal yaitu 11-12,7 cm per tahun.(rvo)