HALOPADANG.ID — Mantan menteri perumahan Guyana Muhamad Irfaan Ali, harus menunggu lima bulan sampai ia dilantik sebagai presiden negara baru penghasil minyak di Amerika Selatan.
Irfaan Ali dilantik pada Minggu (03/08) setelah ditetapkan sebagai pemenang pemilu yang disengketakan pada tanggal 2 Maret lalu, menyusul penghitungan kembali.
Hasil penghitungan yang dikeluarkan Juni lalu menunjukkan Irfan Ali, anggota partai oposisi, Partai Rakyat Progresif, menang dalam pemilu awal.
Washington bulan lalu mendesak presiden David Granger untuk mundur.
Sementara utu hasil akhir muncul, beberapa bulan setelah konsorsium yang dipimpin oleh Exxon Mobil Corp mulai memproduksi minyak di lepas pantai Guyana, negara miskin dengan penduduk sekitar 800.000.
Politisi berusia 40 tahun ini dilahirkan dari keluarga Muslim berdarah India.
Mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi negara Amerika Selatan ini akan meningkat 14 kali lebih cepat dari China pada 2020, negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, menurut data Dana Moneter Internasional (IMF).
Ini berarti Irfaan Ali akan memimpin negara yang perekonomiannya tumbuh 14 kali lebih tinggi dari China tahun ini.
Pemilu Maret lalu hasilnya sangat ketat dan dua partai yang terlibat saling mengajukan klaim menang dan saling menuduh kecurangan.
Diketahui Irfaan Ali lahir di Leonora, kota di salah satu pulau yang membentuk Guyana.
Ia meraih gelar doktor dalam perencanaan kota dan menjadi anggota kongres dari 2006 sampai 2015.
Saat menjadi menteri perumahan, ia menerapkan strategi yang belum pernah diambil sebelumya, dengan penyebaran merata rumah bagi orang dari semua tingkatan sosial dan geografi.
Ia menjadi anggota partai selama lebih dari 20 tahun dan memimpin salah satu komisi yang sangat penting yaitu pertanggungjawaban publik.
Ia juga pernah bekerja sebagai koordinator Bank Pembangunan Karibia.
Dalam kampanye pemilihan presiden, Irfaan Ali mengangkat program untuk sektor ekonomi yang paling tertinggal serta memberdayakan komunitas bisnis.
Di antara kebijakan yang diambil adalah menghapus pertambahan pajak di sektor kunci seperti listrik, air dan fasilitas kesehatan.
Melesat menjadi negara penghasil minyak
Guyana menemukan cadangan minyak lima tahun lalu dan produksi serta ekpor minyak mentah dimulai tahun ini.
Walaupun cadangan minyak yang ada tidak sebesar produsen terbesar minyak dunia, apa yang diperoleh cukup untuk mengangkat perekonomian ke tingkatan yang belum pernah terjadi dalam sejarah negara itu.
“Produksi minyak akan menjadi antara 700.000 sampai satu juta barel per hari,” kata Marcelo de Assis, pakar di perusahaan konsultasi minyak Wood Mackenzie, kepada BBC Mundo, Januari lalu.
Jumlah ini serupa dengan produsen minyak menengah seperti Colombia.
Namun, bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, dampak yang dihasilkan lebih besar terhadap Guyana, karena penduduk Colombia, 50 kali lebih banyak.