Aliran Sesat di Sumani Solok, Ini Penjelasan MUI

mui
MUI

HALOPADANG.ID–Terkait dengan adanya aliran sesat di Nagari Sumani , Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Solok Elyunus Esmara menyampaikan, pihaknya sudah melakukan pendalaman terkait aliran sesat yang berada di Sumani tersebut. Selain itu, MUI juga berkordinasi dengan lembaga-lembaga lain seperti Muhammadiyah, NU, dan lainnya.

“Kelompok ini baru tumbuh. Jadi, kami rapat di Bakorpakem dan disepakati MUI yang terjun untuk melakukan investigasi terkait aliran itu. Alhamdulilah sudah bertemu dengan mereka yang difasilitasi KUA X Singkarak. Jadi, bukan patut diduga lagi, tapi memang ada aliran yang berkembang di sana,” tutur Elyunus.

Baca juga: aliran-sesat-mani-solok hanya percaya nabi ibrahim, berhaji cukup ke padang

Lebih lanjut Elyunus menjelaskan, aliran itu memang berkembang dari salah seorang guru di Kota Padang dan beberapa dari luar daerah. Namun, pihaknya belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait nama aliran, serta kontak para pemimpin mau pun pengikut aliran tersebut. Sebab, pihaknya masih melakukan pendekatan.

“Aliran ini ada muridnya di Koto Sani Sumani, dan murid ini tidak satu tingkatan, tapi berbeda-beda guru. Yang paling senior (murid) mendapatkan ajaran dari gurunya di Jawa Tengah, bukan dari guru yang di Kota Padang. Saat mereka pulang kampung, karena merasa alirannya sama, maka ia bergabung dengan aliran yang sudah ada di Sumbar yang berpusat di Andalas Kota Padang,” kata Elyunus lagi.

Inti ajaran dari kelompol aliran ini, sambung Elyunus, adalah tidak mempercayai kenabian Nabi Muhammad SAW.

“Mereka percaya pada Al-Quran, tapi tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW dan hanya mempercayai Nabi Ibrahim AS. Puasana sekadar menahan. Naik haji cukup diwaliki oleh guru dan itu pun cukup ke Kota Padang saja. Zakat cukup dengan mensucikan badan. Salat tidak wajib, dan yang wajib hanya mengingat Tuhan,” tutur Elyunus.

Namun Elyunus memastikan, bahwa perkembangan aliran ini belum menyebar luas, dan masih menggunakan metode pendekatan antar keluarga. Meski demikian, tetap patut dikhawatirkan karena sudah merambah ke tingkat anak-anak.

“Jumlah pengikutnya sekitar 20 orang. Jadi, mereka masih bersifat internal. Tetapi tentu akan merembet ke yang lain. Contoh, anaknya yang SMA sudah berani mengatakan salat itu tidak wajib. Ini sudah ada pengakuan guru dari si anak,” kata Elyunus lagi.

Hal lain yang patut menjadi perhatian, sambungnya, adalah perlunya keterlibatan Pemerintah Provinsi dalam menangani kasus tersebut. “Karena aliran ini juga sudah berkembang di Kota Padang, tapi kini tidak kelihatan. Dulu sudah diketahui, tapi tidak ditindaklanjuti,” ucapnya menutup. (P-01)