HALOPADANG.ID–Pemerintah sudah meninggalkan paradigma lama dalam menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Saatnya menyiapkan kesiapsiagaan dan kesadaran seluruh elemen masyarakat untuk mendapatkan solusi permanen.
“Paradigma lama adalah memadamkan ketika kebakaran sudah terjadi. Anggaran bisa keluar kalau sudah terjadi kebakaran. Itu pun penanganan karhutla dari pusat setelah menerima laporan dari daerah. Sedangkan ada dana on call di BNPB untuk pemadaman karhutla. Sedangkan dana tanggap darurat itu harus disetujui Kemenkeu,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar.
Hal itu diutarakan Menteri Siti dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk “Antisipasi Karhutla di Pusaran Pandemi” di Aula Serbaguna Kementerian Kominfo, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Turut hadir sebagai pembicara lainnya Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Gerard Plate.
Diskusi Media FMB 9 kali ini dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan digelar secara virtual yang diikuti oleh sedikitnya 200 perwakilan media massa, instansi terkait, dan pemerhati lingkungan.
“Paradigma sekarang adalah bagaimana melakukan kesiapsiagaan dan antisipasi jangan sampai titik api membesar baru dipadamkan,” ungkap Menteri LHK.
Oleh karena itu, dalam Rapat Kabinet Terbatas 23 Juni 2020, Presiden Joko Widodo meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengantisipasi ancaman karhutla sebagai program prioritas tahun 2020. Presiden meminta ada solusi permanen berdasarkan pengalaman yang dialami pada tahun-tahun sebelumnya. Khususnya dalam era 2015-2019. Pengendalian karhutla tentu berdasarkan siklus tahunan yang berlaku pada periode sebelum pemerintahan Jokowi.
“KLHK harus berpikir keras dalam menjalankan permintaan Presiden agar menemukan solusi permanen atas karhutla ini,” jelas Menteri Siti Nurbaya.
Mengingat dari pemantauan siklus cuaca, diperkirakan mulai akhir Juli sampai Agustus tahun ini, potensi karhutla diperkirakan masih cukup tinggi bahkan bisa menyamai tahun sebelumnya. Situasi kian pelik ketika saat ini pandemi Covid-19 juga melanda di daerah-daerah rawan karhutla.
“Saya takut betul supaya jangan sampai terjadi masyarakat terkena ancaman dua kali, terkena Covid-19 dan terpapar asap karhutla. Apalagi Covid-19 juga menyerang ISPA (infeksi saluran pernapasan akut,red),” tukas Menteri Siti.
Di awal tahun, Presiden sendiri sesungguhnya telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla. Inpres ini menjadi penguat, bukan hanya di tingkat Kementerian Lembaga (K/L), tapi menyeluruh hingga ke pemerintah daerah. Bahwa bagaimana pemerintah setidaknya meredam lonjakan angka Karhutla yang tinggi di tahun 2019 terulang kembali, setelah tahun-tahun sebelumnya mampu ditekan dan diturunkan secara signifikan.
Apa saja yang menjadi arahan Presiden agar tercapai upaya pencegahan karhutla secara permanen? Pertama, senantiasa melakukan analisis iklim dan langkah dengan memantau pergerakan cuaca lalu dikembangkan dalam analisis wilayah di lokasi rawan karhutla untuk menentukan lokasi operasi modifikasi cuaca alias hujan buatan.
Hal kedua, melakukan pengendalian operasional melalui satgas terpadu yang melibatkan KLHK, BNPB, BPPT, BMKG, TNI, Polri, Kemendagri, pemerintah daerah serta komunitas masyarakat setempat. Tugas dari satgas ini adalah menggelar deteksi dini serta melakukan kesiapan pemadaman di darat dan udara. Termasuk di dalamnya adalah melakukan sosialisasi dan penegakan hukum.
Upaya ketiga adalah melalui pengelolaan landscape atau peruntukan lahan. Melakukan pembinaan kepada pemilik konsesi lahan dan bisnis kehutanan. Di dalamnya juga termasuk merangkul pertanian tradisional yang kerap melakukan pembakaran saat membuka lahan atau pasca panen.
Hal terpenting lainnya adalah pengendalian lahan gambut di kawasan konsensi hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit yang kerap menjadi lokasi terluas karhutla khususnya di Sumatera dan Kalimantan. KLHK selama ini juga bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut untuk kawasan non konsesi.
Terkait ancaman Covid-19, penanganan Karhutla dilakukan dengan penerapan standar kesehatan kepada para petugas, selain sosialisasi protokol kesehatan untuk masyarakat sekitar hutan maupun umum.
Untuk itu, KLHK menerapkan jadwal piket di daerah operasi dengan jumlah maksimal 15 anggota dalam satu regu dan 5 orang di pondok kerja/posko. Petugas juga rutin melakukan penyemprotan cairan disinfektan secara rutin di area publik dan memberikan bantuan masker dan hand sanitizer kepada masyarakat. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya upaya pencegahan Covid-19.
KLHK juga mengharapkan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan armada 32 pesawat bisa menjadi opsi permanen dalam mengendalikan karhutla ke depan. Selama ini operasi ini digerakkan oleh Satgas Terpadu yang melibatkan KLHK, BPPT, BMKG dan TNI. (R-01/rel)