Halopadang – Facebook meminta maaf atas perannya dalam kerusuhan komunal yang mematikan yang mengguncang Sri Lanka dua tahun lalu. Permintaan maaf disampaikan setelah investigasi menemukan ujaran kebencian dan desas-desus yang tersebar di media sosial tersebut telah menyebabkan kekerasan terhadap umat Islam.
Kerusuhan pada awal 2018 meletus ketika kemarahan anti-muslim dilontarkan di media sosial, memaksa pemerintah Sri Lanka untuk memberlakukan keadaan darurat dan memblokir akses ke Facebook.
Perusahaan tersebut kemudian menugaskan penyelidikan atas kemungkinan perannya dalam peristiwa tersebut, dan para penyelidik mengatakan kemungkinan konten pemicu di Facebook menyebabkan kekerasan terhadap muslim.
“Kami menyesalkan penyalahgunaan platform kami,” kata Facebook dalam sebuah pernyataan kepada Bloomberg News setelah temuan itu dirilis Selasa.
“Kami mengakui, dan meminta maaf atas dampak nyata terhadap hak asasi manusia yang dihasilkan,” lanjutnya, dilansir dari AFP, Kamis (14/5).
Sedikitnya tidak tiga orang terbunuh dan 20 lainnya cedera dalam kerusuhan 2018, di mana masjid dan tempat usaha warga Muslim dibakar, terutama di wilayah tengah negara mayoritas Buddha Sinhala itu.
Ujaran kebencian dan desas-desus menyebar di Facebook “mungkin telah menyebabkan kekerasan ‘offline'”, menurut Article One, konsultan hak asasi manusia yang disewa untuk melakukan penyelidikan.
Para konsultan juga memaparkan, sebelum kerusuhan Facebook telah gagal untuk menghapus konten sejenis yang “memicu ujaran kebencian dan bentuk pelecehan lainnya dan bahkan menyebar” di platform tersebut.
Article One mengatakan, satu organisasi masyarakat sipil telah mencoba untuk terlibat dengan perusahaan dalam penyalahgunaan Facebook sejak 2009.
Pada tahun 2018, para pejabat mengatakan massa menggunakan Facebook untuk mengoordinasikan serangan, dan bahwa platform itu memiliki “hanya dua sumberdaya” untuk meninjau konten dalam bahasa Sinhala, bahasa mayoritas etnis Sri Lanka yang warganya berada di balik aksi kekerasan itu.
Facebook memiliki 4,4 juta pengguna aktif harian di Sri Lanka, menurut laporan Article One.
Firma itu mengatakan telah mengambil sejumlah langkah dalam dua tahun terakhir untuk melindungi hak asasi manusia dengan lebih baik.
“Di Sri Lanka, kami mengurangi distribusi pesan yang sering dibagikan ulang, yang sering dikaitkan dengan clickbait dan informasi yang salah,” kata Facebook.
Facebook juga mengatakan telah mempekerjakan lebih banyak staf, termasuk orang Sinhala, dan mulai menggunakan teknologi deteksi untuk melindungi kelompok rentan.(002)