Halopadang.id – Gugatan hukum kini muncul di Florida, Amerika Serikat, menuntut Pemerintah China untuk memberikan ganti-rugi terkait dengan penyebaran COVID-19. Hal serupa juga terjadi di beberapa negara termasuk Australia.
Gugatan Terhadap China
Gugatan class-action ribuan warga AS ditangani firma hukum Berman Law Group di MiamiMantan bos badan intelijen Inggris MI6 John Sawers menyebutkan China menutupi permasalahan ini selama periode Desember 2019 dan Januari 2020Pemerintah China berulangkali menyangkal bahwa pihak menyembunyikan informasi mengenai COVIFD-19 pada tahap-tahap awal penyebaran
Gugatan class-action yang didukung ribuan warga AS itu ditangani sebuah firma hukum bernama Berman Law Group di Miami.
Dalam keterangannya, firma hukum tersebut menyebutkan gugatan ini ingin menuntut ganti-rugi miliaran dolar bagi para korban COVID-19 akibat kelalaian China.
Mereka menyebut Pemerintah China telah gagal mencegah penyebaran COVID-19 sehingga kini sudah menimbulkan masalah di seluruh dunia.
“Padahal, mereka memiliki kemampuan untuk menghentikan penyebaran virus ini di tahap awal,” katanya.
Firma hukum ini bertekad untuk “memperjuangkan hak-hak rakyat dan pengusaha di Florida serta di AS yang kini sakit atau harus merawat orang sakit, mengalami kesulitan keuangan, dan terpaksa mengalami kepanikan, pembatasan sosial dan isolasi” akibat COVID-19.
Gugatan class-action terpisah atas nama pengusaha di Las Vegas juga sudah didaftarkan. Mereka menuntut ganti-rugi miliaran dolar ke Pemerintah China.
Gugatan di Las Vegas ini menyebutkan Pemerintah China seharusnya membagi informasi awal mengenai virus ini, namun mereka malah mengintimidasi dokter, ilmuwan, jurnalis dan praktisi hukum sembari membiarkan COVID-19 menyebar luas.
Seperti diberitakan berbagai media, pada 2 Januari 2020, pihak berwenang di China “mempermalukan” delapan orang dokter dalam siaran TV nasional. Ke-8 orang ini dituduh sebagai, “penyebar hoaks”.
Menurut laporan investigasi kantor berita Associated Press pekan lalu, Kepala Komisi Kesehatan Nasional China Ma Xiaowei telah memaparkan adanya “situasi parah dan kompleks” dalam sebuah rapat bersama pejabat medis tingkat propinsi pada 14 Januari.
Ma Xiaowei bahkan membandingkan situasi ini dengan penyebaran virus SARS tahun 2003.
Namun baru pada tanggal 20 Januari Presiden Xi Jinping mengumumkan kemungkinan adanya pandemi virus corona ini.
Di Eropa
Sementara itu, Henry Jackson Society, sebuah lembaga pemikir di Inggris, menyatakan Pemerintah China harus bertanggung jawab atas pandemi COVID-19 karena adanya upaya menutup-nutupi masalah pada tahap awal.
Mereka berpendapat, negara-negara G-7 bisa menggugat ganti-rugi ke China sebesar 3,2 triliun pound.
Mantan bos badan intelijen Inggris MI6 John Sawers mengungkap adanya informasi yang menyebutkan bahwa Pemeritah China menutupi permasalahan ini selama periode Desember 2019 dan Januari 2020.
Sebelumnya tabloid Bild di Jerman yang paling banyak pembacanya di Eropa, menerbitkan “surat tagihan” sebesar 24 miliar euro sebagai ganti-rugi atas pendapatan pariwisata selama Maret dan April.
Selain itu, Bild juga meminta ganti rugi 50 miliar euro untuk usaha kecil-menengah, serta 149 miliar euro lainnya jika GDP Jerman anjlok di bawah 4,2 persen tahun ini.
Dalam surat terbuka kepada Presiden China, suratkabar tersebut menyatakan “Pemerintahan dan ilmuwan Anda telah lama mengetahui bahwa virus corona sangat menular, namun Anda membiarkan seluruh dunia tidak mengetahuinya”.
“Para ilmuwan utama Anda tidak merespon ketika para peneliti Barat ingin mengetahui apa yang terjadi di Wuhan,” tambahnya.
Pernyataan WHO
Sementara itu, WHO sendiri menyatakan sampai saat ini “semua bukti yang ada” menunjukkan bahwa virus berasal dari hewan, kemungkinan besar dari kelelawar.
Infeksi COVID-19 pada manusia pertama kali terindentifikasi di Wuhan pada akhir Desember lalu.
WHO menyatakan pihaknya belum mengetahui bagaimana infeksi pertama tersebut terjadi pada manusia.
“Pada tahap ini, masih mustahil untuk memastikan secara tepat bagaimana manusia di China terinfeksi SARS-CoV-2,” demikian disebutkan dalam website WHO.(002/Detik)