PKS Curiga New Normal karena Pemerintah Tak Mampu Atasi Corona

ilustrasi

Halopadang.id – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamta meminta pemerintah jujur kepada masyarakat terkait situasi penanganan Covid-19. Sebelum pemerintah memutuskan untuk menerapkan protokol normal baru atau new normal. Sebab wacana yang dilemparkan pemerintah seolah situasi sudah membaik.

“Mestinya pemerintah jelaskan secara jujur, benarkah situasi penanganan Covid-19 saat ini sudah semakin terkendali atau wacana new normal ini hanya sebagai kedok untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah tangani Covid-19,” katanya dalam keterangannya, Kamis (28/5).

Menurutnya, ada lima persoalan penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Pertama, pemerintah tidak ada desain besar penanganan virus corona. Tiga bulan setelah masa tanggap darurat, pemerintah dinilai tidak menjelaskan tahapan apa yang akan dilakukan. Hanya berwacana pelonggaran PSBB.

“Padahal kejelasan tahapan itu penting tidak hanya dalam upaya penanganan pandemi tetapi juga menjadi rujukan bagi dunia pendidikan, dunia usaha, pariwisata dalam memulai kembali aktivitasnya,” jelasnya.

Selanjutnya, pemerintah punya persoalan pada sistem koordinasi. Sukamta tidak melihat jelas garis komando antara Presiden, kementerian, gugus tugas, dan pemerintah daerah. Dia mencontohkan saat Presiden Jokowi kemarin meminta jajarannya target uji spesimen 10 ribu per hari yang sudah dipesan beberapa waktu lalu.

“Pesan ini tidak jelas ditujukan kepada siapa, apakah Menteri Kesehatan atau Gugus Tugas atau menagih dirinya sendiri sebagai komando tertinggi. Ini semakin menunjukkan selama ini tidak ada koordinasi yang baik di pemerintah pusat,” ujar Sukamta.

“Sementara komunikasi dengan daerah juga seperti dalam soal pengaturan transportasi yang simpang siur. Sudah begitu Presiden mengatakan daerah harus mampu mengendalikan penyebaran Covid-19 sebelum menerapkan new normal. Ini kan artinya lempar tanggung jawab,” jelasnya.

Pernyataan Jokowi tersebut juga dinilai sebagai tanda test Covid-19 masih jauh dari optimal. Jumlah kasus yang disampaikan Jubir Gugus Tugas juga tak memberikan gambaran penyebaran virus.

“Banyak ahli epidemiologi yang mengkritik soal ini. Ini artinya jika kurva Covid-19 yang tersaji hingga saat ini tidak bisa menjadi rujukan dalam membuat kebijakan pelonggaran karena masih terbatasnya pengujian yang dilakukan,” ucapnya.

Dalam penanganan Covid-19 juga masih ada kesenjangan sarana dan prasarana di daerah dan tenaga kesehatan. Sukamta mengatakan, rasio rumah sakit hanya 1 dibanding 1000 penduduk. Sementara, Presiden meminta puskesmas lebih dilibatkan.

“Ini artinya sarpras kesehatan yang ada saat ini tidak memadai untuk menghadapi lonjakan jumlah pasien positif, belum lagi soal ketersediaan APD yang banyak dikeluhkan oleh rumah sakit hingga hari ini,” kata dia.

Kelima, pelaksanaan PSBB di berbagai daerah tidak optimal dan banyak pelanggaran terjadi. Ini bisa dibaca tingkat kedisiplinan masyarakat masih rendah. Sukamta mempertanyakan dengan kondisi masyarakat seperti ini apakah akan siap dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Jadi sangat penting kejujuran pemerintah dalam situasi saat ini, seberapa jauh berbagai persoalan mendasar yang kami sebut tadi sudah tertangani dengan baik. Dan kurangi komentar yang bernada meremehkan oleh pihak Pemerintah sebagaimana pak Menko Polhukam kemarin yang menyebutkan kematian akibat kecelakan dan diare lebih banyak dibandingkan Virus Corona. Komentar-komentar seperti ini bisa mendorong masyarakat menjadi permisif dan akhirnya mengurangi kewaspadaan,” pungkasnya.

Kajian New Normal Berdasar Kasus Covid-19 Beberapa Provinsi

Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah Percepatan Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menjelaskan, pemerintah telah melakukan kajian mendalam terkait pengendalian kasus Covid-19 di Tanah Air. Dari kajian sementara, beberapa provinsi sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan.

“Beberapa provinsi di Tanah Air ini telah menunjukkan gambaran yang bagus, tidak ada lagi secara signifikan penambahan kasus. Kemudian tidak ada lagi perluasan wilayah yang terdampak dan tidak ada lagi penularan lokal yang tidak terkendali,” ungkap Yuri di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Rabu (27/5).

Berangkat dari temuan itu, Yuri menyebut daerah-daerah tersebut sudah bisa menerapkan relaksasi pada beberapa peraturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, tetap mengedepankan protokol kesehatan untuk melindungi masyarakat dari Covid-19.

“Kajian ini tentunya masih awal, dan nantinya akan secara komprehensif kami laporkan kepada gugus tugas pusat untuk kemudian dikaji secara bersama-sama,” sambungnya.

Dari kajian yang sama, lahir skenario penerapan physical distancing untuk memasuki fase new normal. Termasuk metode mengukur suhu tubuh bagi warga yang akan diizinkan berada di fasilitas umum dan pusat perbelanjaan.

“Ini masih menjadi beberapa alternatif yang harus dicari solusinya,” jelas dia.

Hal yang sama juga tengah dipersiapkan untuk karyawan yang diizinkan bekerja di kawasan industri. Gugus Tugas Covid-19 tengah merumuskan pola mengatur jarak bagi karyawan.

“Apakah kita melakukan selektif kepada industri yang memang diizinkan untuk mempekerjakan orang-orang yang kita yakini kondisi tubuhnya, daya tahan tubuhnya bagus. Misalnya pada kelompok di bawah usia 45 tahun,” kata Yuri mengakhiri.(002/Merdeka)