Halopadang.id – Lelaki atau Perempuan, Siapa yang Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona?
Selain riwayat penyakit kronis, virus corona Covid-19 juga memengaruhi orang secara berbeda. Dalam hal ini, perbedaan jenis kelamin juga memengaruhi risiko seseorang terinfeksi virus.
Sayangnya, tidak semua negara yang terdampak corona Covid-19 telah mengelompokkan kasusnya berdasarkan jenis kelamin. Sehingga hubungan antara perbedaan jenis kelamin dan corona Covid-19 mungkin belum lengkap
Sebuah laporan di jurnal BMJ Global Health pada 24 Maret 2020, meninjau data dari 20 negara yang memiliki jumlah kasus corona Covid-19 tertinggi. Negara itu di antaranya Belgia, Malaysia, Belanda, Spanyol, Inggris, Portugal dan Amerika Serikat.
Perbandingan tingkat kematian akibat infeksi virus ternyata lebih tinggi pada laki-laki. Tapi, tidak jelas perbandingan tingkat infeksi virus berdasarkan jenis kelamin.
Di Denmark dilansir oleh Medical News Today, laki-laki dua kali lebih mungkin meninggal karena corona Covid-19 daripada perempuan. Sedangkan, proporsi perempuan tertular virus hanya 54 persen dan laki-laki 46 persen.
Tapi di Iran, rasio kematian antara lelaki dan perempuan tidak jauh beda, yakni 1,1 banding 1. Tercatat hanya 43 persen kasus corona Covid-19 pada perempuan dan 57 persen pada laki-laki.
Hasil survei secara keseluruhan antara 9 dari 18 negara yang sudah memisahkan kasusnya berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa kasus covid-19 lebih banyak terjadi di antara perempuan daripada laki-laki.
Lalu 6 dari 18 negara memiliki kasus corona Covid-19 yang lebih banyak menyerang laki-laki daripada kalangan perempuan. Sementara Norwegia, Swedia dan Jerman kasus covid-19 antara laki-laki dan perempuan masih sebanding.
Kenapa data terpilah secara jenis kelamin ini penting?
Laporan dalam The Lancet mengakui sejauh mana wabah penyakit memengaruhi perempuan dan laki-laki adalah langkah mendasar untuk memahami efek primer dan sekunder. Langkah ini membuat kita tahu mengenai risiko kesehatan pada setiap jenis kelamin yang berbeda dan kebijakan yang efektif.
Misalnya, penelitian yang mengidentifikasikan perempuan lebih tahan infeksi virus bisa membantu ahli untuk menciptakan obat yang memperkuat respon kekebalan tubuh lelaki terhadap virus.
Merancang kebijakan dan strategi intervensi yang mempertimbangkan kebutuhan perempuan, terutama bagi yang bertugas sebagai tenaga kesehatan untuk mencegah tingkat infeksi yang lebih tinggi pada perempuan.
Akhirnya, lelaki dan perempuan cenderung bereaksi berbeda terhadap vaksin potensial dan perawatan. Sehingga data terpilah secara jenis kelamin sangat penting untuk kebutuhan uji klinis yang aman.
“Data terpilah berdasarkan jenis kelamin sangat penting untuk memehami risiko, infeksi dan penyakit dalam populasi. Lalu sejauh mana jenis kelamin dan gender memengaruhi hasil klinis,” kata Anna Purdie, yang bekerja di Global Health 5050.(002/Suara)