Dosen UGM Kembangkan Bilik Swab Corona, Tenaga Medis Tak Perlu Repot Pakai APD

Bilik swab Corona buatan dosen UGM, (Foto Humas UGM)

Halopadang.id – Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan bilik swab yang dilengkapi HEPA filter yang memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan. Dengan bilik ini, tenaga medis tak perlu pakai alat pelindung diri (APD) saat mendeteksi infeksi virus Corona (COVID-19) pada pasien.

“Dengan bilik ini tenaga kesehatan tidak memerlukan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tes swab pada pasien,” kata pengembang bilik swab, Jaka Widada, PhD, melalui keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM pada sejumlah media Jumat (17/4/2020).

Dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM ini menjelaskan tenaga kesehatan tidak perlu menggunakan APD karena mereka berada di dalam bilik saat mengambil sampel dari pasien. Proses pengambilan sampel lendir dari dalam hidung maupun tenggorokan pasien menggunakan sarung tangan yang menonjol keluar dari bilik.

Baca Juga :  Pelaksanaan UTBK-SNBT di UNP, Puluhan Petugas Disebar untuk Layanan Keamanan

Dia berharap bilik tersebut tidak hanya membantu dan menghemat APD saat pengujian swab. Bilik ini juga dapat memberikan kenyamanan bagi petugas kesehatan saat melakukan uji swab, tetapi tetap memperhatikan keamanan tenaga kesehatan dan pasien.

“Tenaga kesehatan tidak perlu pakai APD hanya cukup mengunakan masker sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas,” papar pria yang meraih gelar doktor di University Tokyo ini.

Tak hanya itu, bilik ini dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis. Sehingga bisa menjadi solusi alternatif bagi petugas kesehatan di tengah keterbatasan APD.

Bilik tersebut di desain dengan ukuran 90×90 cm cengan tinggi 2 meter. Body bilik terbuat dari bahan alumunium panel composit (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm. Dilengkapi dengan pintu pada bagian belakang dan di bagian depan memakai kaca dengan tebal 6 mm dengan dua lubang yang dipasang saung tangan panjang berstandar medis dilengkapi dengan handscoon sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan memeriksa pasien.

Baca Juga :  Pelaksanaan UTBK-SNBT di UNP, Puluhan Petugas Disebar untuk Layanan Keamanan

Idealnya, kata Jaka yang menekuni kajian bioteknologi lingkungan ini, bodi bilik menggunakan bahan stainless steel, tetapi terkendala harga yang mahal. Sementara penggunaan kayu tidak memungkinkan sedangkan dengan bahan GRC Board kurang cocok apabila dibersihkan dengan disinfektan. Kendati menggunakan bahan murah, tetapi kualitas bilik swab tetap terjaga dan sesuai dengan standar medis.

Bilik ini juga dilengkapi dengan HEPA filter yang biasa dipakai untuk membuat ruangan bersih dan steril layaknya di laboratorium. Di dalam bilik juga diberi lampu pencahayaan dan blower. Selain itu turut dilengkapi dengan amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.

Desain bilik yang bersifat dinamis, dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya. Dengan desain seperti itu memungkinkan bilik untuk dipindahtempatkan dengan mudah dan dapat dipakai di berbagai tempat.

Baca Juga :  Pelaksanaan UTBK-SNBT di UNP, Puluhan Petugas Disebar untuk Layanan Keamanan

Disinfeksi dilakukan pada sarung tangan sekali pakai dan permukaan luar bilik sebelum siap dipakai oleh pasien berikutnya.

“Jadi saat ada pasien baru datang untuk di-swab kondisinya sudah bersih, sudah disemprot dan diganti dengan sarung tangan yang baru,” terangnya.

Pembuatan bilik ini terinspirasi dari melihat video petugas kesehatan di Korea Selatan yang tengah melakukan uji swab di bilik untuk memeriksa pasien. Dia pun berdiskusi dengan istrinya yang merupakan dokter spesialis THT dan telah terbiasa menguji swab saat memeriksa pasiennya.(002)