Kemendikbud Buka Sekolah di Zona Kuning, Ini Kata Guru Besar UNP

sekolah
Ilustrasi belajar di sekolah

HALOPADANG.ID–Guru Besar Pendidikan Universitas Negeri Padang (UNP), Prof Sufyama Marsidin menyebut, Kemendikbud terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Menurutnya, kebijakan untuk menerapkan sistem pembelajaran tatap muka seharusnya tetap untuk daerah zona hijau saja. Tidak perlu menambahnya dengan daerah zona kuning.

Bagaimanapun, pembelajaran tetap berjalan meski sekolah ditutup sekalipun. Hanya mentodenya saja, ucap Sufyama, yang berbeda. Esensinya tetaplah sama. Ia mengatakan, keselamatan anak-anaklah yang mestinya diutamakan.

“Kalau bisa dibenahi dulu penyelenggaraan sistem tatap muka di zona hijau, baru kita bicara soal zona-zona lainnya. Menurut pendapat saya, lebih baik sekolah dibuka di zona hijau saja dulu,” katanya.

Sementara itu, Pengamat Pendidikan UNP, Jamaris mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan Pendidikan di masa pandemi Covid-19 masih saja terkesan coba-coba dan tanpa perencanaan yang matang.

“Misalnya ada daerah yang semula zona hijau dan telah membuka sekolah, lalu tiba-tiba terjadi kasus baru, dan akhirnya sekolah ditutup kembali. Kemudian, nanti berubah hijau lagi dan sekolah dibuka kembali. Begitu seterusnya. Nah, ini kan kesannya serba mendadak, serba tak terencana. Akhirnya, murid jadi bingung dan bahkan guru pun ikut bingung,” kata Jamaris.

Menurutnya, perubahan-perubahan yang mendadak tersebut jelas akan mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Terlebih, tidak ada acuan baku terkait penyelenggaraan pendidikan selama masa pandemi Covid-19.

Ia mengatakan, mestinya Kemendikbud menyiapkan aturan atau kurikulum baku yang bersifat universal yang dapat digunakan dan diterapkan sebagai pedoman bagi seluruh sekolah di Indonesia, terlepas di zona manapun sekolah tersebut berada.

“Kenapa tidak dibuat saja semacam sistem belajar campuran, yang terdiri dari sistem tatap muka, dalam jaringan (daring), dan luar jaringan (luring). Untuk pembelajaran konseptual, pakai sistem daring, diskusi pakai sistem luring, dan praktek pakai sistem tatap muka. Menurut saya itu jauh lebih efektif, dan dapat diberlakukan secara umum tanpa memendang zona pandemi,” ucapnya.

Psikolog, Koeswardani menuturkan, keselamatan anak-anak sudah seharusnya menjadi prioritas utama. Meski murid dan orang tua menginginkan agar sekolah dibuka kembali, namun bukan berarti hal tersebut dapat serta-merta diberlakukan.

Saat ini, yang diperlukan adalah bagaimana para orang tua dan anak-anaknya dapat menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini.

“Secara psikologis, anak-anak lebih mudah beradaptasi dengan keadaan. Yang sulit itu justru orang tuanya,” katanya.

Kesulitan orang tua dalam beradaptasi ini berasal dari keberatan akan melakukan proses pendidikan di rumah. Namun, menurutnya di sisi lain, momen tersebut justru sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh para orang tua untuk menjalin kedekatan psikologis dengan anak-anaknya.

“Orang tua keberatan, lalu ngomel-ngomel. Hal inilah justru akan berdampak buruk kepada anak. Akibatnya, hubungan orang tua dan anaknya akan menjadi toxic dalam keluarga,” tuturnya.

Anak-anak, ucapnya, bagaimanapun tetap memerlukan waktu bermain di luar rumah dan berkumpul dengan teman-teman sebanyanya. Akan tetapi, hal ini tidak harus dipaksakan. “Dengan kondisi pandemi seperti saat ini, ada hal-hal lain lebih bersifat prioritas,” ujar Koeswardani. (Q-05)