Mengenal Masjid-masjid Tua di Sumatera Barat

Masjid Tua Kayu Aro di Kabupaten Solok

HALOPADANG.ID – Masjid menjadi sentra kegiatan Ramadan. Beberapa pemerintah daerah di Sumatera Barat bahkan “memindahkan” aktifitas sekolah selama Ramadan dengan kegiatan Pesantren Ramadan di masjid atau musalah. Dari perjalanan sejarah, beberapa masjid di Sumatera Barat ada yang sudah berumur melintasi zaman. Apa-apa saja? Kami hadirkan lima catatan masing-masing masjid;

Masjid Kayu Jao.
Namanya masjid Tuo Kayu Jao. Masjid ini terletak di Kabupaten Solok, tepatnya di Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang. Masjid ini dibangun tahun 1599 silam dan masuk dalam jejeran masjid tua di Indonesia. Arsitekturnya dipengaruhi oleh corak Minangkabau dengan tatanan atap pada masjid seluas 150 meter persegi ini terbuat dari ijuk.

Ada 27 tiang penuh makna yang menopang masjid ini. Penjelasannya, Tiga tiang merepresentasi unsur-unsur dalam islam, yakni Imam, Khatib, dan Bilal. Lalu, 24 tiang lain, berasal dari 6 suku di sekitar masjid. Di sebelah Masjid terdapat sebuah bedug yang diyakini seumur dengan masjid tersebut.(*)

Masjid Ulakan
Masjid ini diperkirakan dibangun pada tahun 1670. Masjid yang berada di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman dibangun oleh ulama setempat yang terkemuka, Syekh Burhanuddin. Bentuk bangunan masjid ini sangat sederhana dengan ukuran 15 x 15 meter dan dibuat dari bahan kayu.

Masjid ini mengalami pemugaran pertama kali pada tahun 1760 karena kondisi bangunan yang sudah tidak layak. Direnovasi lagi tahun 2011 karena rusak tahun 2009 lalu akibat gempa. Masjid ini kini berdiri di sebidang tanah seluas 55 x 70 meter persegi dan mampu menampung sekitar 3.000 jamaah ini. (*)

Masjid Jami’ Taluak
Berada di Nagari Taluak IV Suku, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam, masjid ini kini tampak megah. Masjid ini diperkirakan dibangun pada tahun 1860 hingga 1870. Masjid ini memiliki tiga bangunan pokok, yaitu bangunan masjid, mihrab, dan menara.

Bangunan masjid mempunyai atap tumpang (susun) tiga dari bahan seng. Atap di bagian mihrab berbentuk kubah. Arsitektur bangunan mesjid ini sangat kental dengan budaya Minangkabau dan dipadukan dengan arsitektur Arab. Dahulu, bagian atap dari masjid ini dibuat dari bahan ijuk lalu diganti dengan seng pada tahun 1920.(*)

Masjid Raya Limo Kaum
Corak masjid ini disebut sebagian kalangan sebagai perpaduan antara hindu-budha dengan islam yang mempengaruhi kehidupan daerah ini pada era 1710 silam. Selain memiliki hubungan dengan agama Hindu-Budha, masjid ini memiliki banyak tiang penyangga hingga dikenal dengan masjid seribu tiang.

Pada bagian atap masjid, dibuat berundak-undak sebanyak lima tingkat dengan permukaan atap yang tidak datar melainkan cekung yang berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke bawah.Masjid ini berada di Jorong Tigo Tumpuak, Nagari Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Masjid ini berdiri di atas tanah berdenah segi-empat, menggantikan bangunan pagoda yang telah lama ditinggalkan penganutnya karena memeluk Islam. (*)

Masjid Bawan Tuo
Masjid tua yang diperkirakan berdiri pada tahun 1800an ini bertempat di Nagari Bawan, Kec. Ampek Nagari, Kab. Agam. masjid ini merupakan benteng terakhir dari kerajaan Lembah Bawan yang terletak di Nagari Lembah Bawan, Kab. Agam, yang mana adalah daerah terakhir di Sumatera Barat yang berhasil dikuasai oleh Belanda pada tahun 1800an.

Menariknya, fisik masjid yang kini sebenarnya tak berada di tempat awal karena tahun 1942 silam masjid ini dibangun lagi setelah di tempat semula dianggap tak layak karena berada di kawasan tanah berlumpur dan dikhawatirkan akan terbenam. (*)