Dianggap Bukan Penyakit, Ternyata Ini Bahaya Obesitas

Obesitas
Obesitas. Ilustrasi

HALOPADANG.ID —  Sebagian masyarakat menganggap obesitas bukan penyakit, malahan anak-anak yang gemuk terlihat lucu dan menggemaskan. Padahal obesitas merupakan penyakit dan dapat memicu komplikasi.

Obesitas adalah suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Gejala klinis yang dijumpai mulai dari bagian atas tubuh yaitu pada kepala wajah bulat, pipi tembem, dagu rangkap. Pada leher tampak pendek dan terdapat bercak kehitaman di belakang leher, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat.

Obesitas digolongkan penyakit yang perlu intervensi secara komprehensif. Selain memberikan dampak terhadap penyakit tidak menular obesitas juga berdampak kerugian ekonomi yang dipicu oleh biaya perawatan yang tinggi.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS mengatakan obesitas menjadi faktor risiko terhadap penyakit-penyakit tidak menular antara lain diabetes, jantung, kanker, hipertensi, penyakit metabolik dan non metabolik lainnya, serta berkontribusi sebagai penyebab kematian tertinggi.

”Obesitas merupakan masalah global, sekitar 2 miliar penduduk dunia dan mengancam kesehatan masyarakat termasuk di Indonesia. Pada tahun 2030 itu diperkirakan 1 dari 5 wanita dan 1 dari 7 pria akan hidup dengan obesitas,” ujar Dirjen dr. Maxi pada konferensi pers Hari Obesitas Sedunia 2023, Senin (6/3).

Pemerintah telah mengatur kandungan gula, garam, dan lemak pada produk makanan olahan maupun makanan siap saji. Hal ini salah satu cara bagaimana pemerintah mengatasi obesitas dan menghindari komplikasi. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes mengungkapkan permasalahan obesitas ini harus melibatkan lintas sektor.

”Sudah ada Perpres tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di mana kita perlu mengupayakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat sehat dan berdaya guna,” ucapnya.

Obesitas dapat terjadi di semua umur. Obesitas pada anak didiagnostik dengan antropometri melalui penimbangan berat badan, pengukuran panjang atau tinggi badan, lalu menghitung indeks massa tubuh dengan rumus BB/TB dalam meter. dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), SpA(K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan obesitas pada anak dapat dicegah dengan memberi makanan yang sehat mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, dan karbohidrat yang seimbang.

Jangan yang berlebihan dan harus sesuai porsinya. ”Selanjutnya mengurangi konsumsi gula, dan lebih mengutamakan minum air putih dibandingkan minum minuman-minuman kemasan yang mengandung gula yang tinggi. Disamping itu diiringi dengan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, untuk anak bisa dengan cara mengajak bermain,” ucap dr. Winra.

Selain itu, pastikan anak cukup tidur. Untuk anak usia 4-12 bulan setidaknya tidur 12-16 jam, untuk anak usia 1-2 tahun tidur 11-14 jam, untuk anak usia 3-5 tahun tidur 10-13 jam, untuk anak 6-12 tahun tidur 9-12 jam, dan anak remaja usia 13-18 tahun itu tidur 8-10 jam.

”Kalau sudah obesitas yang harus dilakukan adalah perlu pemantauan supaya tidak terjadi komplikasi,” tutur dr. Winra.

Obesitas pada orang dewasa dapat memengaruhi kesuburan. Himpunan Studi Obesitas Indonesia (Hisobi) dr. Nurul Ratna Mutu Manikam mengatakan hormon estrogen dalam tubuh menyimpan massa lemak tubuh.

Tubuh manusia dapat menyimpan lemak dalam jumlah tak terbatas. Dengan penyimpanan lemak yang sangat banyak dalam tubuh itu memberikan respons peningkatan kerja dari hormon estrogen.

”Ini yang menyebabkan kenapa kesuburan itu terganggu karena simpanan lemak terlalu tinggi, di samping itu lemak yang terlalu tinggi mengeluarkan sisa-sisa negatif bagi tubuh yang akan mempengaruhi proses mekanisme endokrin atau proses hormonal dalam tubuh sehingga mempengaruhi siklus menstruasi, siklus kesuburannya juga terpengaruh,” ujar dr. Nurul.

Selain itu jumlah akumulasi lemak di dalam perut juga secara mekanik menyebabkan tuba dalam rahim menjadi sempit sehingga proses fertilisasinya akan terganggu. (HP-003)

situs toto situs toto barbartoto barbartoto