Masa Pandemi, Kasus Narkoba Terus Dibongkar

nyabu
Ilustrasi narkoba

HALOPADANG.ID–Pandemi virus corona boleh saja menghambat banyak agenda pembangunan pemerintah. Tapi tidak dengan penegakkan hukum. Ada pandemi ataupun tidak, penegakkan hukum di Indonesia jalan terus. Salah satunya adalah pemberantasan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba)

Berdasarkan laporan Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Idham Azis, Kamis (04/06), institusi yang dipimpinnya itu telah menggagalkan penyelundupan sebanyak 6,9 ton narkoba dalam kurun waktu Januari hingga awal Juni 2020. Rinciannya, 3,52 ton sabu-sabu, 3,35 ton ganja, 55,26 kilogram tembakau gorila, dan 552.427 butir pil ekstasi.

Di samping itu, Polri juga telah mengungkap sebanyak 19.468 kasus tindak pidana dengan total tersangka sebanyak 25.526 orang.

Paling mencolok, dalam dua pekan terakhir, jajaran Kepolisian berhasil mengungkap penyelundupan lebih dari 1,2 ton sabu-sabu dari jaringan narkoba internasional. Pertama, sebanyak 821 kg di Serang, Banten, pada 23 Mei 2020. Kedua, sebanyak 402 kg di Sukabumi, Jawa Barat, pada 4 Juni 2020.

Menurut Kapolri, hasil positif operasi selama enam bulan ini sama saja telah menyelamatkan sebanyak 27 juta masyarakat Indonesia dari bahaya narkoba, berdasarkan perbandingan jumlah kasus serta barang bukti yang diamankan dari pengungkapan seluruh kasus tersebut.

Tentu ini merupakan salah satu wujud komitmen Polri dalam memberantas dan memerangi narkoba. Bahkan, Kapolri sendiri telah memerintahkan jajarannya agar tidak segan-segan melakukan tindakan tegas terukur atau tembak mati kepada para bandar narkoba jika mereka melawan petugas.

“Sesuai perintah Presiden, untuk mewujudkan Indonesia negeri bebas narkoba,” tutur Kapolri.

Memanfaatkan Pandemi

Tak hanya oleh para penimbun masker dan hand sanitizer, nyatanya momentum pandemi Covid-19 juga dimanfaatkan oleh para bandar dan pengedar narkoba. Namun demikian, Kepolisan tetap sigap dan tidak tinggal diam untuk mengungkap kasus penyelundupan dan peredaran narkoba, meski sebagian kekuatannya juga turut tercurahkan untuk mengatasi pandemi.

Pada 30 Maret 2020, misalnya, anggota Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat tetap bergerak dengan mengagalkan peredaran 11 kilogram narkoba jenis sabu-sabu dari tangan enam pengedar yang memanfaatkan situasi di tengah pandemi virus corona.

Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Kompol Ronaldo Maradona Siregar mengatakan bahwa para pengedar narkoba yang ditangkap beserta barang bukti di beberapa tempat di kawasan Kebun Jeruk tersebut diduga merupakan jaringan internasional dari Malaysia.

Dijelaskan, para pelaku memanfaatkan celah di mana dalam pemberitaan berbagai media diketahui polisi sedang disibukan dengan tugas membantu menangani pandemi di berbagai wilayah, seperti mengawasi orang agar tak berkumpul dan memastikan larangan mudik dan balik dijalankan.

Hal yang sama dilakukan pula oleh petugas Polres Metro Jakarta Pusat dengan menyita sebanyak 8,5 kilogram sabu-sabu dari lima orang pengedar narkoba jaringan internasional yang ditangkap di dua tempat berbeda, yakni Sawangan dan Ciputat.

Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto pada 20 Mei 2020 menyatakan bahwa diketahui para pelaku menjual narkoba jenis sabu itu kepada pengecer dengan modus menggunakan tas dari salah satu restoran makanan cepat saji untuk membawa obat-obatan terlarang itu. Tas tersebut digunakan pelaku untuk mengelabui petugas setiap saat mengantarkan pesanan sabu-sabu bagi konsumennya.

Selain memanfaatkan situasi, pelaku juga memanfaatkan kemasan beras untuk menghindari pengawasan petugas selama berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini terbukti dengan penggerebekan petugas BNN di gudang penyimpanan narkoba di Jalan Puspa 1, Desa Jayamukti, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 28 Mei 2020, yang berhasil mengamankan 100 kilogram sabu-sabu dan 160.000 pil ekstasi.

Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari menyatakan penggerebekan ini berawal dari tertangkapnya tersangka A, pengendara mobil boks berisi sabu-sabu di lokasi pertama, tepatnya di depan Rumah Sakit Mitra, Jalan Industri Kecamatan Cikarang Selatan, siang harinya.

Pelaku pengendara mobil boks tersebut diduga hendak melakukan transaksi narkoba dan sudah diintai satu pekan sebelumnya. Saat digeledah, BNN menemukan sebanyak 66 paket sabu-sabu besar dengan total berat diperkirakan mencapai 60 kilogram. Sabu-sabu itu dibungkus dalam karung beras bersama sejumlah karung berisi beras lainnya untuk mengelabui aparat.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, narkoba dalam jumlah besar ini diyakini berasal dari Malaysia. Narkoba itu dikirimkan ke Indonesia untuk diedarkan. Sedangkan Cikarang dipilih menjadi tempat penyimpanan karena lokasinya dianggap strategis mengingat berdekatan dengan Jakarta dan kota besar lainnya.

Modus lainnya, pelaku menyelundupkan 71 kilogram sabu melalui ekspedisi sembako. Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono di halaman Kantor ASDP Merak di Merak, Cilegon, Banten, 20 Mei 2020, mengungkapkan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri telah menangkap dua tersangka kasus peredaran sabu-sabu. Dari tangan para tersangka, Kepolisian menyita sabu-sabu seberat 71 kilogram dengan modus ekspedisi sembako.

Wakapolri menuturkan penangkapan tersebut berawal dari info intelijen bahwa di masa pandemi Covid-19 sindikat narkoba akan memanfaatkan transportasi logistik untuk mengirimkan narkoba dari jalur lintas timur Sumatra menuju Jakarta.

Seperti sudah disebutkan Kapolri di atas, satu kasus yang cukup menghebohkan adalah penggagalan penyelundupan sabu-sabu hampir satu ton oleh Satgasus Bareskrim Mabes Polri pada Mei lalu. Petugas menggerebek gudang penyimpanan narkoba jenis sabu-sabu seberat 821 kilogram di salah satu rumah toko (ruko) di Jalan Raya Takari, Lingkungan Kepandean Got, Kelurahan Taktakan, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Banten, 23 Mei 2020.

Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo menegaskan pengungkapan jaringan narkotika internasional dari Timur Tengah tersebut diawali oleh penyelidikan yang cukup panjang, yakni kurang lebih hampir empat bulan yang dimulai dari awal Desember 2019 oleh anggota Satgasus Bareskrim Polri.

Pada Januari 2020, pihaknya berhasil mengungkap 288 kilogram sabu-sabu dan mengamankan tiga orang tersangka. Dari situ dilakukan pengembangan dan berhasil mendapatkan informasi terkait jaringan Timur Tengah akan melakukan transaksi kembali. Kemudian dilakukan penyelidikan dan pengintaian, dan akhirnya mendapati target sedang memindahkan sabu-sabu ke dalam boks.

Untuk mengelabui petugas, para tersangka mencoba mencampur sabu-sabu tersebut dengan buah asam ranji. Caranya, sabu-sabu yang sudah dikemas dengan berbagai macam kemasan, seperti dibungkus plastik, lakban, dan menggunakan kemasan tempat makanan, lalu ditimbun dengan asam Jawa.

Petugas pun berhasil menyergap dan mengamankan dua tersangka berinisial BA, warga negara Pakistan, dan AS, warga negara Yaman.

Narkoba jenis sabu-sabu yang berasal dari Iran tersebut masuk ke Kota Serang melalui jalur tikus di wilayah pantai selatan Banten pada dua minggu sebelumnya menggunakan kapal. Kedua tersangka diketahui telah menjalani bisnis gelap tersebut di Indonesia selama dua tahun.

Lebih Takut Kehilangan Pasar

Dilansir Antara, Kamis (4/6/2020), Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) baru-baru ini melaporkan bahwa pasar narkoba sintetis di Asia Timur dan Asia Tenggara terus berkembang dan makin beragam, terutama dalam satu tahun terakhir.

Perwakilan UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Jeremy Douglas, pada 16 Mei 2020, menyatakan di kala dunia mengalihkan perhatian ke pandemi Covid-19, semua indikator menunjukkan bahwa produksi dan perdagangan narkoba sintetis serta bahan baku atau bahan pendukung pembuatan obat-obatan (prekursor) meningkat ke rekor baru di kawasan ini.

Laporan UNODC tentang perkembangan narkoba sintetis di kawasan Asia Timur dan Tenggara itu juga menyebutkan penyitaan metamfetamin di kawasan terus meningkat dari tahun ke tahun selama satu dekade terakhir. UNODC menyebut ini suatu fenomena yang tidak ditemui di belahan dunia lain.

Negara-negara di kawasan sendiri telah mengonfirmasi penyitaan sebanyak 115 ton metamfetamin pada 2019. Angka tersebut belum termasuk data dari Tiongkok yang menyita rata-rata hampir 30 ton per tahun selama lima tahun terakhir.

Sementara itu, di Indonesia, Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari pada Februari lalu mengungkapkan bahwa narkoba saat ini tidak hanya berada di perkotaan, tetapi juga telah masuk ke pelosok pedesaan. Bahkan, berdasarkan data BNN, jumlah pengguna narkoba di Tanah Air sudah mencapai empat juta orang atau hampir menyaingi jumlah penduduk negara tetangga, Singapura.

Dari jutaan orang tersebut, BNN mencatat negara telah mengalami kerugian hingga Rp84,7 triliun. Jumlah itu dihitung secara realistis dari harga sabu saat ini dikalikan jumlah pengguna. Misalnya, 1 gram sabu senilai Rp1 juta saja maka sudah Rp4 triliun kerugian negara. Padahal, satu orang pengguna tidak hanya sehari sekali mengonsumsi narkoba.

Arman Depari juga menyebut bahwa sindikat narkoba sebenarnya sudah tahu bahwa hukuman bagi pengedar dan pengguna di Indonesia sangatlah berat, yakni hukuman seumur hidup hingga hukuman mati. Namun demikan, mereka tetap beraksi dan tidak takut. Mereka justru lebih takut apabila pangsa pasarnya hilang.

Fakta-fakta di atas tentu harus menjadi pemantik bagi aparat penegak hukum untuk dapat terus berupaya mengungkap penyelundupan dan peredaran narkoba di Tanah Air demi menyelamatkan masyarakat, khususnya generasi penerus bangsa. Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pun sepertinya harus lebih dikedepankan. Sebab, hilangnya konsumen tampaknya justru lebih bisa “mematikan” para pengedar sebagai pengganti hukuman mati.(R-01/rel)