Seminar IPTI Sumbar: Tarbiyah Islamiyah Layak Jadi Solusi di Tengah Ledakan Ideologi Beragama

Logo Tarbiyah Islamiyah. ISTIMEWA

Halopadang – Fenomena Islam populer tak lepas dari pengaruh modernisasi terhadap nilai-nilai budaya Islam dalam masyarakat, serta menjadi bagian dari konsekuensi logis dari perkembangan teknologi dan ekspansi nilai-nilai kapitalisme di tengah kehidupan. Sementara itu, ada realitas yang membuat Islam jadi sumber ketegangan internal baru. Ormas Islam terbesar di Sumbar, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dinilai layak menjadi solusi ideal demi menyikapi realitas tersebut.

Dalam rangka memperingati Milad Perti ke-92, melalui seminar daring yang diinisiasi Ikatan Pemuda Tarbiyah Islamiyah (IPTI) Sumbar, Minggu (10/5/2020), Akademisi IAIN Curup, Muhammad Sholihin, dalam menyebutkan, saat telah berusia 92 tahun, Perti dihadapkan dengan persoalan politik, ekonomi, agama, dan budaya, dan ledakan ideologi beragama di zaman modern.

“Hari ini Perti dalam makna organisasi, terus tumbuh dan bergerak pada era di mana ideologi beragama mengalami ledakan. Tentu ideologi dalam makna yang ditawarkan oleh William E. Shepard sebagai pemberian label terhadap ekspresi keberislaman. Saat ini, umat Islam di dihadapakan pada label fundamentalis, modernis, dan sekuler, tergantung ekspresi Islam yang mereka tampilkan,” kata Sholihin.

Sholihin menilai, Perti dan pengikutnya selayaknya mengambil jalan dan menjadikan modal kultural, sebagai solusi global ideologi. Seperti memperkuat gerakan dakwah, untuk menguatkan pendidikan ahlussunnah wal jamaah dan berdakwah untuk menegakkan social enterpreneuship.

“Dapat dengan jalan memberdayakan sekolah dan menjadikan ahlussunah wal jamaah sebagai ideologi utama. Perti mesti menjalankan gerakan ekonomi, dakwah berbasis perkembangan teknologi, dan penguatan sekolah secara filantropis,” katanya.

Dimulai dari MTI dan PPTI

Sementara itu, pembicara lain dari STIT Syeikh Burhanuddin Pariaman, Heri Surikno memaparkan, strategi memoderasi ideologi pendidikan Islam dapat dimulai di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) dan Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah (PPTI). Sebab, keduanya adalah lembaga pendidikan yang harmonis dengan budaya dan akomodatif terhadap kearifan lokal dengan idiom pertalian adat dan syarak.

“Kita dapat merumuskan tujuan pendidikan moderat yang mencakup empat hal, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal. Hal itu dapat dimulai dengan merancang kurikulum moderat dengan transformasi kurikulum dalam bentuk penguatan ketarbiyahan,” sebut Heri.

Di samping itu, kata Heri, dalam menghadapi ledakan ideologi agama, MTI dan PPTI mesti upgrade perkembangan keilmuan dengan berinteraksi pada pemikiran-pemikiran masa lampau. Selain itu, kurikulum di lembaga pendidikan Perti juga dapat disandingkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Pada akhirnya sekolah, pesantren dan madrasah menjadi ajang pertarungan ideologis. Selain sebagai sarana untuk tafaqquhu fiddin, MTI dan PPTI merupakan lembaga pendidikan dengan mengambil langkah praktis dan pragmatis, sesuai dengan link and match,” kata Heri. (zy)