Imbas Corona, Pengrajin Songket Silungkang Terancam Gulung Tikar

songket
Kondisi alat tenun bukan mesin di Kanagarian Lunto yang tidak berproduksi lagi pasca pandemi Covid. Pengusaha dan pengrajin songket terpukul dengan tidak adanya pembeli.

HALOPADANG.ID–Dampak pandemi corona mulai menjalar ke pengrajin Songket Silungkang di Kanagarian Lunto Kecamatan Lembah Segar Kota Sawahlunto.

Pengrajin terpaksa menghentikan produksinya karena hasil tenun tidak bisa dipasarkan, dan sebagai salah satu sentra produksi bahkan terancam gulung tikar.

“Kami di Kanagarian Lunto terdapat dua desa, yakni Desa Lunto Barat dan Timur. Sebahagian besar warganya menggantungkan hidup dari betenun songket, Semenjak corona mewabah pengrajin menjadi kehilangan pangsa pasar karena tidak ada lagi pesanan atau yang membeli,” tutur Ellen (37) salah seorang pemilik usaha Tenun Songket Silungkang, Ellen (37).

Ellen yang memiliki brand Ellen Songket tersebut sangat mencemaskan kondisi yang terjadi saat ini dan seandainya akan terus berlanjut. Ellen yang memiliki lebih dari 50 anggota tenun itu sangat risau para pengrajinnya tidak dapat mencari nafkah dari hasil tenun yang selama ini menjadi penopang hidup keluarganya.

“Biasanya saya dan anggota tenun lainnya bisa memproduksi songket 2 helai dalam satu Minggu dengan harga jual berkisar Rp250 ribu sampai Rp1 juta. Tapi kini satupun tidak bisa terjual, termasuk pesanan dari pengusaha songket Silungkang yang selama ini kami pasok juga tidak melakukan pembelian karena kondisi pasar yang terbatas akibat korona,” tuturnya.

Ellen berharap, kondisi ini ikut menjadi perhatian dari pemerintah khususnya OPD terkait untuk dapat membantu membeli hasil kerajinan warga yang saat ini sudah menumpuk tidak tahu mau dijual kemana.

“Jujur saya tidak tega melihat kondisi pengrajin saat ini. Pengrajin tidak memiliki usaha lain, harapannya tentu tertumpang kepada pemerintah, agar kami yang terdampak Covid juga bisa dibantu dan dicarikan solusinya,” ujar Ellen.

Pengusaha Songet lainnya, Vivi Songket, Aak juga mengeluhkan kondisi yang terjadi, sejak Februari lalu pengepul dan pedagang songket dari luar mulai menghentikan pembelian akibat Korona. Menurut Aak kota Medan sebagai pasar terbesar penjualannya saat ini juga tidak melakukan pembelian sehingga barang hasil tenun menjadi menumpuk.

Sementara tokoh masyarakat Lunto, Jul Laidi mengatakan, di Kanagarian Lunto terdapat lebih dari 300 orang pengrajin songket. Kalau kondisi normal, betenun menjadi penopang ekonomi andalan masyarakat setempat, akan tetapi semenjak pandemi Covid 19, masyarakat menjadi tergunjang da terpukul.

“Kepada pemerintahlah kami hanya bisa bermohon untuk dicarikan solusinya. Bagaimana masyarakat yang selama ini menopangkan hidup dengan hasil tenun bisa membiayai kehidupannya sehari hari selama bencana ini berlangsung,” katanya.(J-01)