Andre Rosiade Dukung Erick Thohir Merger Garuda, Citilink dan Pelita Air

HALOPADANG.ID – Anggota Komisi VI Andre Rosiade mendukung rencana Menteri BUMN Erick Thohir menggabungkan maskapai penerbangan nasional menjadi satu. Yaitu PT Garuda Indonesia Tbk, Citilink, dan PT Pelita Air Service (PAS). Menurut Andre, merger tiga BUMN maskapai penerbangan ini merupakan upaya efisiensi dan supaya bisa melayani kebutuhan masyarakat dengan baik.

“Saya rasa ini adalah langkah yang perlu kita dukung. Tapi tentu kami di Komisi VI akan menunggu presentasi pemerintah dulu kepada kami. Saya rasa ini cara yang baik dan tepat bukan untuk saling kanibal, tapi saling melengkapi, pemerintah bisa menyediakan seluruh market yang ada untuk kebutuhan pesawat terbang kita mulai dari premium, middle, dan LCC,” kata Anggota Fraksi Partai Gerindra ini.

Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar ini menjelaskan, Garuda Indonesia masih dalam tahap restrukturisasi usai sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), karena itu pihaknya akan menunggu penyampaian skema merger dari pemerintah. Ini mungkin yang berpotensi menjadi ganjalan dalam proses merger.

“Tapi sampai saat ini restrukturisasi Garuda kan on the track. Kita lihat Garuda mampu kita selamatkan dan berangsur pulih menjadi perusahaan yang sehat, Meskipun kita mencicil 20 tahun lebih,” tutur Andre yang kembali masuk dalam daftar calon anggota DPR RI dari Dapil Sumbar I.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir berencana menggabungkan tiga BUMN yang bergerak di bidang penerbangan, yaitu Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air. Penggabungan ini untuk mendorong penurunan biaya logistik di Indonesia. Dalam hal ini, ia mendorong agar efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan BUMN.

Salah satu tujuannya, Erick Thohir terus mendorong rencana penurunan biaya logistik di Indonesia guna meringankan dunia bisnis. Dalam hal ini, ia mendorong agar efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan BUMN.

Erick menjelaskan saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia. Di Amerika Serikat, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik, di mana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata GDP (pendapatan per kapita) mencapai US$ 40 ribu.

Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP US$ 4.700. Oleh sebab itu, Indonesia membutuhkan 729 pesawat, di mana saat ini baru memiliki 550 pesawat. “Jadi perkara logistik kita belum sesuai,” ujar Erick.

Hal ini disampaikan saat berbicara dalam acara Indonesia Cafetalk bertema ‘Indonesia Diaspora Network Bersama Erick Thohir’. Dalam acara yang digelar di Cafe Kopi Kalyan, dijelaskan juga soal BNI Diaspora Solution dari BNI.

Untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat, Erick mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya penggabungan ketiga maskapai BUMN tersebut seperti halnya merger Pelindo. Merger Pelindo secara resmi telah terlaksana, dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat BUMN Layanan Jasa Pelabuhan. Keempatnya adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV. Mereka melebur ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II.

“BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost,” pungkasnya. (HP-001)