Sumbar Kehilangan Puluhan Ribu Hektare Tutupan Hutan. Warsi Rilis Dugaan Penyebabnya

HALOPADANG.ID – Berdasarkan analisis Citra Sentinel II yang dilakukan oleh tim Geographic Information System Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, tutupan hutan di Sumatera Barat mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Lembaga tersebut merilis bahwa daerah ini kehilangan 27.447 ha atau 1,5% hutan sepanjang tahun 2022 total luasan tutupan hutan 1.744.549 ha pada tahun 2021.

Dikatakan Wakil Direktur KKI Warsi Rainal Daus, Senin (2/1/2023), penurunan itu disebabkan banyak faktor. Dari pantauan sentinel, kehilangan hutan terjadi di areal yang dibuka untuk perladangan dalam skala kecil di banyak tempat.

Selain itu juga ada indikasi kegiatan ilegal dalam kawasan hutan seperti untuk pertambangan emas tanpa izin.

Aktivitas ilegal seperti Pertambangan Emas Ilegal (PETI) terpantau di 4 Kabupaten Dharmasraya seluas 2.179 ha, Solok 1.330, Solok Selatan 2.939, dan Sijunjung 1.174 ha.

Tambang emas ilegal biasanya terjadi di sungai utama atau pun sungai kecil dalam kawasan Area Penggunaan Lain (APL), hutan produksi, dan hutan lindung.

“Perlu adanya komitmen yang kuat untuk menanggulangi tindakan ilegal yang mengakibatkan kehilangan tutupan hutan diperlukan komitmen pemerintah untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk memulihkan hutan dan menahan laju deforestasi,” katanya yang dirilis dari infopublik.

Rainal menambahkan menahan laju deforestasi merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk memenuhi target penurunan emisi.

Sebagaimana dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru, Indonesia menaikkan target pengurangan emisi menjadi 31,89% di tahun 2030 dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan bantuan internasional.

Selain itu, pemerintah kita juga berkomitmen menerapkan Indonesia’s FOLU, Forest and Other Land Use, (pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan) Net Sink 2030, dimana kemampuan hutan seimbang antara serapan dengan emisi yang dikeluarkan.

Dalam rancangan yang dibuat, dan kini tengah disosialisasikan ke pemangku kebijakan di daerah, Indonesia berencana untuk tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030.

Untuk mencapai ini harus dilakukan dengan manajemen pengelolaan hutan berkelanjutan, tata kelola lingkungan dan tata kelola karbon.

Tahun 2030 itu hanya 8 tahun dari sekarang, jadi pemerintah harus segera meninjau tata kelola kehutanan yang sudah berjalan.(HP-001)