Andre Rosiade Kawal Moratorium Pendirian Pabrik Semen

HALOPADANG.ID  – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade menyampaikan kegelisahan masyarakat mengenai keberadaan pabrik semen baru di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Padahal menurutnya, sudah ada moratorium pembangunan pabrik semen. Andre tak ingin ada lagi pabrik-pabrik semen baru dibuka di Indonesia.”Informasi yang saya terima dari Serikat Pekerja Pabrik Semen Indonesia, ribuan buruh terancam terkena PHK karena Pak Menteri memberikan izin pembangunan pabrik semen baru di Kalimantan Timur. Padahal di Pulau Kalimantan itu sudah ada dua pabrik semen. Pertama, pabrik Indocement dan kedua, pabrik semen China,” kata Andre dalam keterangan tertulis, Senin (7/6/2021).

Dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Investasi Bahlil Bahlil Lahadalia itu, Andre Rosiade pun menagih janji yang sempat disampaikan Bahlil saat rapat kerja dengan Komisi VI tahun lalu, bahwa tidak ada lagi izin pembangunan pabrik semen baru di Indonesia.

“Padahal kita tahu dari tahun lalu saat rapat dengan Menteri BUMN, Menteri Perindustrian dan bapak masih menjadi Kepala BKPM, sudah menjanjikan kepada kita semua di ruang rapat ini, tidak ada lagi izin pembangunan pabrik semen baru,” tandasnya.

Ketua DPD Partai Gerindra Sumatra Barat itu mengatakan keberadaan pabrik semen baru akan langsung membuat produksi semen dalam negeri surplus. Kondisi tersebut dinilainya dapat mengancam keberadaan perusahaan semen lama di Indonesia.

“Supaya Pak Menteri tahu, utility pabrik semen saat ini hanya 68%, oversupply per tahun itu sudah 42 juta ton. Pertanyaan saya, pabrik semen baru itu dipergunakan untuk membunuh industri semen yang lama atau apa Pak Menteri?” terangnya.

“Apakah kita bangun pabrik semen dari Tiongkok di Kalimantan, lalu kita bunuh pabrik-pabrik semen yang lain? Padahal kita sudah oversupply 42 juta ton dan utility kita hanya 68%,” lanjutnya.

Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menjelaskan pemerintah telah mengetahui kondisi oversupply semen yang terjadi di berbagai wilayah, kecuali Papua. Oleh karena itu, izin hanya diberikan pada pabrik semen baru di Papua.

“Sementara untuk Kalimantan, itu termasuk dalam kategori investasi mangkrak senilai Rp 708 triliun yang berorientasi untuk ekspor sekitar 90%. Jadi produknya 90% diekspor dan 10% untuk lokal,” ujar Bahlil.

Terkait ekspor semen, dia memastikan negara memiliki instrumen untuk mengontrolnya. Sehingga para pelaku industri semen tidak perlu khawatir.

“Negara punya instrumen untuk mengontrol itu. Tinggal sekarang seberapa besar pejabat negara mengontrol itu punya nurani atau tidak. Kalau untuk saya, tidak usah diragukan,”

“Ada pernyataan di atas akta notaris, saya katakan kalau ‘you’ punya barang tidak untuk ekspor, maka akan kita cabut izinnya. Saya tidak ingin investasi yang masuk itu merusak industri di dalam negeri,” tegas Bahlil. (HP-001)