HALOPADANG.ID — Dua pekan lalu, Tim Pakar Gugus Tugas (Gugas) Percepatan Penanganan COVID-19 melaporkan angka kematian 11.477 orang ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di sisi lain, angka kematian COVID-19 yang diumumkan ke publik tidaklah setinggi itu. Kenapa angka kematian 11.477 orang itu tidak disampaikan pemerintah dalam keterangan rutinnya ke publik?
Pada 24 Juni di Istana Merdeka, Gugus Tugas COVID-19 diwakili anggota Tim Pakar Dewi Nur Aisyah mempresentasikan perkembangan wabah ini di Indonesia, di depan Presiden Jokowi. Saat itu, bahan presentasi yang dipaparkan Dewi menunjukkan ada angka meninggal dunia 11.477 orang. Itu adalah angka kematian meliputi kematian dari Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasian Dalam Pengawasan (PDP), dan Orang Tanpa Gejala (OTG).
Namun pada sore harinya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, menyampaikan ke publik bahwa angka kematian COVID-19 adalah 2.573 orang. Angka ini bisa berbeda karena Yuri menyampaikan angka kematian COVID-19 dari kasus positif COVID-19, tidak memasukkan kematian dari ODP dan PDP.
“Kenapa itu dilaporkan ke Presiden? Pasti dianggap kematian COVID-19,” kata juru wabah Pandu Riono, kepada detikcom Kamis (9/7/2020).
Menurut epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini, pastilah angka itu merupakan angka kematian COVID-19. Dia menilai angka itu perlu disampaikan juga ke publik.
Urgensinya, epidemiolog di Indonesia dan khalayak luas perlu mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kondisi wabah Corona di Indonesia.
“Kita ingin mendapatkan data yang betul mengenai seberapa besar orang yang terinfeksi di Indonesia,” kata dia.
“Perlu diumumkan. Itu adalah angka yang benar, itu orang meninggal lho,” kata Pandu.
Ini juga menyangkut kepercayaan publik internasional terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Pandu khawatir apabila Indonesia tidak membuka semua datanya secara transparan, maka publik internasional akan punya persepsi yang kurang baik tentang Indonesia.
“Kalau kita tidak jujur, maka orang tidak akan pernah percaya dengan Indonesia. Dampaknya ke masyarakat. Buka investasi, orang nggak ada yang mau karena ada Thailand dan Vietnam yang lebih aman. Turisme nggak ada yang mau ke sini. Orang Indonesia mau ke Arab Saudi nggak boleh karena kita dianggap tidak aman,” tutur Pandu.
Sementara itu anggota Tim Pakar Gugus Tugas, Dewi Nur Aisyah, menjelaskan angka 11.477 orang meninggal dunia itu disampaikan ke Jokowi sebagai indikator pembuatan zonasi COVID-19.
“Kami tetap mencatat jumlah meninggal dari ODP dan PDP sebagai bagian dari indikator kesehatan masyarakat untuk pemetaan zonasi risiko daerah, meskipun tentu bobotnya jauh lebih kecil dari kematian pada pasien positif COVID-19,” kata Dewi.(002/Detik)