Ikan Sidat (Anguiliformes) yang bentuknya mirip belut dan di beberapa negara masuk dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) sebagai spesies yang terancam punah itu tengah dibudidayakan untuk tujuan ekspor sekaligus melestarikan ikan sungai yang populasinya mulai langka tersebut.
Kepala UPT Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan Irwansyah Yan melalui Kasi Konservasi Sani Ikhsan Putra di Padang, Selasa, menyatakan, permintaan ikan Sidat langsung dari eksportir di Jepang sudah ada, namun karena tangkapannya masih belum banyak ikan dipasarkan ke Jakarta dan selanjutnya di ekspor ke Jepang dalam jumlah yang relatif kecil.
“Ikan sidat ini oleh masyarakat setempat kurang dikonsumsi dan juga sangat jarang ditemui dijual di Pasar Padang. Hasil tangkapan nelayan biasanya dipasarkan ke Jakarta dengan harga sekira Rp150 ribu/kg,” ujarnya sembari menjelaskan
ikan ini biasanya ditemui di sungai di pulau-pulau di kabupaten kepulauan Mentawai dan memiliki keunikan berupa pemijahan di laut dan setelah ukuran tertentu naik ke muara dan besar di sungai.
Di Jepang ikan Sidat yang disebut unagi ini dijadikan kabayaki, makanan khas Jepang yang mengandung protein tinggi. Ikan Sidat yang diekspor biasanya berukuran 4-6 ekor per kgnya.
Dalam upaya memperbanyak populasi ikan Sidat, pihaknya tengah mengembangbiakan ikan tersebut dengan mendatangkan benihnya dari Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Ikan ini dirawat di balai benih ikan Sicincin, Kab. Padang Pariaman sampai ukuran tertentu yang aman untuk dikembang lanjutkan oleh peternak ikan budidaya.
“Sudah ada peternak yang akan mengembangkan ikan yang hidup di air mengalir serta jernih ini. Kalau untuk ekspor ikannya harus bersih dan terawat,” jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ekspor sidat (termasuk belut) pada paruh pertama 2019 mengalami peningkatan sekitar 25% dibandingkan tahun lalu yaitu 5.186 ton sedangkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4.142 ton.
Sidat tersebut diantaranya diekspor paling banyak ke China, Hong Kong, Jepang dan Thailand dengan menghasilkan devisa US$ 9,49 juta atau meningkat dibanding sebelumnya US$ 7,78 juta.
Meski permintaan ekspor atas sidat tinggi, tetapi pasokan sidat di dalam negeri sangat terbatas. Dari sisi pasokan, sidat hingga saat ini masih merupakan usaha penangkapan dari perairan umum. Jenis sidat pun belum dibudidayakan pada tingkat hatchery sehingga benihnya tergantung penangkapan dari alam.(002/Antara)