Ikuti

Harimau Berkeliaran di Solok, Warga Diminta Usir dengan ‘Badie Batong’

Halopadang.id – Tiga ekor Harimau Sumatra berkeliaran tak jauh dari pemukiman warga Nagari Jawi-jawi, Kecamatan Gunung Talang dan Nagari Gantung Ciri, Kecamatan Kubung di Kabupaten Solok.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) masih mencoba menangani hewan dilindungi itu dan meminta masyarakat membantu mengusirnya dengan bunyi-bunyian.

“Kami harap warga yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan membunyikan bunyi-bunyian. Khusus meriam bambu atau meriam karbit yang telah kami pinjamkan ke Nagari Gantung Ciri dan Nagari Jawi Jawi,” kata Kepala BKSDA Resor Solok Afrilius, Senin (25/5/2020).

Pengusiran dengan ‘badia batong’ atau meriam bambu itu dapat dilakukan secara serentak setiap sore hingga malam atau setelah salat subuh hingga pagi hari. Kegiatan ini bisa membuat harimau semakin jauh ke dalam hutan.

Jika masyarakat ingin masuk ke dalam atau ke pinggir kawasan hutan untuk memanen hasil pertanian misalnya, jangan lakukan sendiri-sendiri.

“Lakukanlah panen secara berkelompok atau bersama-sama. Jangan memencil dari rombongan, usahakan sebelum waktu salat ashar sudah kembali ke kampung,” kata Afrilius.

Ia berharap masyarakat mematuhi hal tersebut. Namun sampai kini masih ditemukan warga yang tidak patuh, padahal hewas buas itu jelas membahayakan nyawa. Bahkan, jika ditemukan baju warga yang dirobek di pondok di ladang bisa lebih berbahaya lagi. Sebab harimau itu akan mencari pemilik baju untuk dimangsa.

“Sejak tanggal 18 sampai dengan tadi malam kami mengevakuasi orang pulang dari ladang setiap malam. Padahal kami sudah komitmen melarang ke ladang yang berada dalam kawasan hutan,” katanya.

Saat ini, harimau yang terdiri dari seekor induk dan dua anaknya itu tampak tidak agresif. Apalagi sang induk diduga sedang sakit di bagian kakinya diduga terkena jerat.

Dikutip dari Langgam, Dia mengatakan pihaknya memang berencana ingin menangkap induk hewan tersebut agar dilakukan perawatan untuk kemudian kembali dilepaskan. Namun, anggaran untuk itu saat ini tidak ada, karena telah dikembalikan ke pusat akibat penanganan covid-19.

“Dana kantor kan dikembalikan, kalau tidak sudah selesai kami penanganan,” katanya.

Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan dokter hewan yang ahli soal harimau, hanya saja mereka jauh di luar Sumbar. Mendatangkan mereka butuh izin dan biaya. Sementara untuk dokter ahli harimau di Sumbar baru meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Ia menyebut perkiraan untuk biaya penanganan bisa mencapai Rp100 juta. Hal itu untuk mendatangkan ahli, biaya perangkap, pemasangan kamera trap, peralatan, umpan seperti kambing untuk tiga ekor harimau.

Saat ini, ia juga terus berusaha bekerjasama dengan sejumlah LSM. Masuk hutan juga membutuhkan biaya besar, karena bisa 10 hari lebih dalam hutan dengan puluhan orang. Ia juga telah melaporkan kesulitan ini hingga tingkat dirjen di pemerintah pusat.

“Penanganan kita terkendala untuk evakuasi induknya yang sakit, karena perlu tim profesional, dokter, banyak kita tim yang ingin pergi tapi peralatan tidak ada,” katanya.

Pihaknya mengutamakan menangkap induknya terlebih dahulu karena dia sakit. Bahkan saat ini anaknya itulah yang berburu dan membantu memberi makan induknya. Mereka bertahan hidup dengan memakan babi-babi kecil yang ada di sekitar hutan.

Jika induknya ditangkap anaknya yang diduga jantan kemungkinan akan kembali ke hutan, karena ia bisa berburu. Namun pihaknya ingin harimau itu juga ditangkap dengan anaknya.

“Jadi anaknya yang berburu, apalagi kalau anaknya jantan akan dilindungi induknya supaya tidak diganggu oleh jantan lain,” katanya.(002)

 

Exit mobile version
situs toto situs toto barbartoto barbartoto