Nadia, “Super Girl” dari Solsel, Angkat Batu Demi Kebutuhan Keluarga

nadia
Nadia, mencari baru di dekat rumahnya di Sungai Mudiak Lolo Jorong Kalampaian, Nagari Pasir Talang Selatan, Kecamatan Sungai Pagu, Solsel.

“Ketika anak gadis seusianya sibuk menghabiskan waktu bermain gadget atau belajar dirumah karena pandemi Covid-19. Akan tetapi, Nadia lebih memilih mencari batu di sungai sambil mengembala Kambing, bukan Gimik!!. Nadia nyata seorang “Super Girl” (Gadis Super) asal Solok Selatan.

Laporan: Jefli (Wartawan Muda)

Nadia Turahmah, seorang gadis berusia 14 tahun berstatus pelajar kelas tujuh di salah satu SMP Negeri di Solok Selatan (Solsel). Gadis polos ini, memilih cara berbeda dari kebanyakan gadis seusianya untuk membantu ekonomi Orangtuanya. Mencari dan mengumpulkan batu di Sungai sembari mengembala Kambing.

Mencari batu di sungai untuk dijual, hampir tiap hari dilakoni Nadia untuk membantu perekonomian keluarga, kegiatan itu bisa dilakukan jika debit air tidak naik. Berlokasi didekat rumahnya di Sungai Mudiak Lolo Jorong Kalampaian, Nagari Pasir Talang Selatan, Kecamatan Sungai Pagu, Solsel.

Semenjak aktivitas belajar dirumah, karena wabah Covid-19 kegiatan mencari batu bisa dilakoni dua kali sehari, pada pagi hari dan sorenya.

Baca Juga :  Nobar Saat Timnas Kalahkan Vietnam, Presiden Jokowi Bersuka Cita Bersama Menteri dan Staf

“Sungainya kan didepan rumah sehingga bisa mengumpulkan batu, mulai jam 7 pagi hingga pukul 10.00 WIB dan sorenya pada pukul 16.00 WIB – 18.00 WIB. Akan tetapi, apabila ada aktivitas belajar disekolah hanya sore saja mencari batu, sebab pagi sampai sore belajar di sekolah,” kata gadis berambut panjang itu, saat ditemui, Jumat (10/4/2020).

nadia
Nadia mencari batu di dekat rumahnya di Sungai Mudiak Lolo Jorong Kalampaian, Nagari Pasir Talang Selatan, Kecamatan Sungai Pagu, Solsel.

Gadis yang bercita-cita menjadi dokter itu mengaku tidak malu atau gengsi membantu perekonomian keluarga dengan cara mencari batu di sungai.

“Halal kok malu, Nadia tidak mencuri lho. Daripada bermain, lebih baik bantu Ayah dan Ibu. Hasilnya bisa untuk beli sepatu, baju dan membeli beras serta perlengkapan sekolah,” katanya polos.

Penerapan belajar dirumah, terkadang diakuinya menjadi kendala. Pasalnya, ia tidak memiliki gadget android dan handphone (HP). “Kemarin, hasil jual batu dibelikan paket data internet untuk belajar, sedangkan HP pinjam punya orang,” sebutnya.

Hasil dari mengumpulkan batu, sehari bisa dapat setengah kubik yang dijual seharga Rp 20-25 ribu. Tidak hanya mengembala dan mencari batu di sungai, Nadia juga kerap membersihkan rumah orang seperi menyapu dan mencuci piring.

Baca Juga :  Meletus, Gunung Marapi Semburkan Abu Setingggi 1.500 Meter di Atas Puncak

“Ya, lumayan juga kadang dapat Rp15 ribu. Kadang mencari batu juga dibantu Ibu dan Ayah,” ujarnya.

Anak dari pasangan Syafrial (60) dan Kasmiarti itu juga terbilang berprestasi karena masuk dalam peringkat sepuluh besar di sekolah. “Nadia ingin jadi dokter. Semoga nanti bisa membantu Ayah dan Kakak,” katanya.

Ketika ditemui dikediamannya di Jorong Kalampaian, dengan rumah berukuran 42 meter persegi, tanpa adanya jamban. Sang ayah Syafrial mengatakan jika ia memiliki tiga orang anak, dua perempuan dan satu laki-laki. Dimana, anak sulungnya perempuan telah menikah dan ikut suaminya di Bangun Rejo, Kecamatan Sangir. Sedangkan anak kedua merupakan laki-laki yang masih kelas sembilan di salah satu Pondok Pesantren di Solsel. Dan terakhir Nadia.

“Saya dan ibunya bekerja tidak tetap, kadang membawa becak motor. Kadang ke sawah orang dan juga ikut kuli bangunan. Ibunya juga kerap mencari padi yang tumbuh dari bekas panen. Itu yang dikumpulkan. Nadia ini mungkin iba melihat kami sehingga ia punya kesadaran untuk membantu ekonomi,” ujar Syafrial.

Baca Juga :  Meletus, Gunung Marapi Semburkan Abu Setingggi 1.500 Meter di Atas Puncak

Menurutnya, Nadia seorang anak yang mandiri dan tau diuntung. Selalu belajar sebelum malam datang sebab jika sudah malam penerangan dirumah hanya lampu teplok. “Tidak malu dengan kondisi keluarga,” kata Syafrial dengan mata berkaca-kaca.

Rumah yang dihuni, imbuhnya merupakan rumah bantuan dari program bedah rumah sehingga hanya memiliki satu kamar dan dua kamar disekat dengan papan. Dan belum masuk aliran listrik.

“Untuk memasukkan listrik ke rumah kami belum ada biaya. Tapi, alhamdulillah, untuk bantuan sembako kami dapat dari Pemerintah Nagari,” ulasnya.

Ia berharap, Nadia mampu menjadi anak yang berguna dan berhasil kelak, sehingga bisa membuat bangga keluarga. “Bisa tamat SMA saja bagi saya sudah cukup, entah kalau dapat beasiswa nanti bisa melaju ke perguruan tinggi supaya bisa menggapai cita-cita sebagai dokter,” harapannya. (*)