Tradisi Bajapuik di Pariaman jadi Penilitian Mahasiswa S3 Undip

bajapuik
Yenny Febrianty, mahasiswa S3 yang saat ini sedang mengambil Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang.

HALOPADANG.ID–Selain dikenal dengan kulinernya, Sumatera Barat juga terkenal dengan adat dan budayanya, bahkan tiap daerah di Sumbar memiliki keunikan sendiri. Salah satunya adalah kebudayaan daerah di Pariaman, yakni tradisi perkawinan bajapuik.

Keberadaan tradisi perkawinan bajapuik saat ini mulai mengkhawatirkan, karena secara pelan sudah mengalami pergeseran akibat pengaruh pola pikir masyarakat yang sudah tersentuh oleh modernisasi.

Hal inilah yang membuat Yenny Febrianty, mahasiswa S3 yang saat ini mengambil Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang, tertarik untuk mengadakan penelitian tentang tradisi kawin bajapuik tersebut. Yenni merupakan putri asli Kota Bukittinggi, dan suaminya orang asli Kota Pariaman tepatnya di Desa Kurai Taji.

Adapun judul disertasi tersebut adalah “Perlindungan Nilai Tradisi Perkawinan Bajapuik Pada Masyarakat Pariaman di Sumatera Barat Dalam Menghadapi Dampak Globalisasi”.

“Untuk mewujudkan ketahanan budaya nilai tradisi perkawinan bajapuik pada masyarakat Pariaman khususnya agar tidak tergerus perkembangan zaman, maka penelitian perlindungan nilai tradisi ini penting saya lakukan, karena konotasi miring tentang tradisi bajapuik tersebut tidaklah benar dengan apa yang mereka pikirkan selama ini,” terang Yenny.

“Dengan penelitian ini secara tidak langsung menjelaskan kepada masyarakat agar paham dan mengerti bahwa pikiran negatif mereka selama ini tentang tradisi kawin bajapuik tidaklah merugikan kaum marginal,”tuturnya.

Disamping itu, perlindungan terhadap nilai tradisi perkawinan bajapuik urgen dilakukan untuk menjaga pelestarian secara dinamis, tradisi tersebut dalam rangka untuk membentuk ketahanan budaya (daerah).

“Ketahanan budaya adalah suatu proses perwujudan kesadaran kolektif yang tersusun dalam masyarakat untuk meneguhkan, menyerap dan mengubah sesuai dengan berbagai pengaruh budaya lain melalui proses belajar kebudayaan lain, yaitu elkuturasi, sosialisasi dan internalisasi yang disandarkan pada pengalaman sejarah yang sama,”ucapnya.

Lokasi penelitiannya tersebut dilakukan di dua wilayah Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman. Pada dua daerah penelitian ini dipilih empat desa yang menjadi patokan adat tradisi perkawinan bajapuik dengan memakai prinsip adat salingka nagari. Lokasi tersebut Desa IV Angkek Padusunan, Desa Kurai Taji, Nagari Gunung Padang Alai dan Nagari Kudu Gantiang Kabupaten Padang Pariaman.

Sementara itu, Priyaldi, Sekretaris LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Kota Pariaman mengatakan, penelitian disertasi tentang perlindungan kawin bajapuik di Kota Pariaman dalam menghadapi era globalisasi tersebut dilakukan selama dua tahun dengan didampingi oleh LKAAM Kota Pariaman.

“Kami selaku LKAAM Kota Pariaman selalu menfasilitasi buk Yenni dalam pengumpulan data baik di Kota Pariaman maupun Kabupaten Padang Pariaman, alhamdulillah data tersebut sudah selesai dikumpulkan dalam bentuk disertasi dan telah dilakukan ujian terbuka serta wisuda S3,”tuturnya.

“Hasil ringkasan disertasi tersebut rencananya akan diserahkan kepada Pemko Pariaman melalui Walikota Pariaman, akan tetapi diwakili oleh Ketua DPRD Kota Pariaman, dirumah dinasnya hari ini, Rabu (5/8),”ujar Priyaldi.

Dikatakannya juga, sebelumnya disertasi tentang perkawinan bajapuik tersebut juga telah di seminarkan secara internasional melalui virtual, ternyata mendapat apresiasi dari peserta seminar dari beberapa negara perwakilan.(R-01/rel)