Nadiem: Sekolah Negeri Harusnya untuk Siswa Ekonomi Rendah

HALOPADANG.ID — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan sekolah negeri seharusnya diperuntukkan bagi siswa dengan tingkat ekonomi rendah dan membutuhkan.

“Secara prinsip undang-undang dasar kita, sekolah negeri itu seharusnya untuk yang paling membutuhkan secara sosial ekonomi. Itu kan prinsip keadilan sosial yang dijunjung tinggi,” ujarnya dalam acara diskusi daring Komisi Perlindungan Korupsi, Rabu (29/7).

Menurut Nadiem, prinsip tersebut kemudian diimplementasikan lewat jalur zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dalam sistem ini seleksi masuk sekolah negeri menggunakan indikator jarak.

Ia menjelaskan sebelumnya PPDB menggunakan nilai ujian nasional (UN) sebagai patokan seleksi. Tapi indikator nilai dalam PPDB memunculkan situasi siswa dengan sosial ekonomi menengah ke atas lebih banyak mengecap pendidikan di sekolah negeri.

Untuk itu pihaknya kembali menerapkan aturan zonasi melalui Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang PPDB. Dalam aturan tersebut zonasi mencakup paling sedikit 50 persen dari daya tampung sekolah.

Baca Juga :  Pesantren Kauman Kembangkan Kreativitas Santri Lewat Nobar dan Beda Film Pendek

Nadiem mengakui hal ini tak akan mudah diterima publik. Terlebih, proporsi besar pada jalur zonasi baru diterapkan beberapa tahun ini.

“Ini suatu transisi yang memang tidak mudah. Tetapi merupakan suatu reformasi yang menurut saya penting dan bisa secara dramatis mengubah kesetaraan pendidikan di Indonesia,” lanjutnya.

PPDB juga sempat menuai polemik, khususnya di DKI Jakarta. Pasalnya aturan usia yang dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan tujuan mengakomodir siswa tingkat ekonomi rendah justru menyingkirkan siswa muda.

Dalam kasus DKI ini Nadiem mengatakan telah membentuk tim khusus yang bertugas mengevaluasi dan membimbing pemerintah daerah dalam penerapan PPDB.

Ia mengatakan tim ini juga mendapat banyak masukan dari orang tua dan siswa untuk bahan perbaikan di tahun berikutnya. Evaluasi pun bakal melibatkan pemerintah daerah setempat.

Baca Juga :  Pesantren Kauman Kembangkan Kreativitas Santri Lewat Nobar dan Beda Film Pendek

Perkara teknis PPDB, Nadiem sendiri mengaku pihaknya tidak bisa mengatur teknis PPDB tanpa memberikan fleksibilitas kepada pemerintah daerah. Hal ini karena tiap daerah memiliki kondisi berbeda.

“Untuk pemerintah pusat menentukan detail mengenai area spesifik bagaimana cara mengatur zonasi itu tidak akan menemui titik temu dan bisa menciptakan masalah lain,” lanjutnya.

Nadiem menambahkan salah satu tugas besar yang perlu dituntaskan pihaknya adalah meningkatkan angka partisipasi kasar atau rasio jumlah siswa yang sedang bersekolah.

Perhitungan Kemendikbud, upaya meningkatkan angka partisipasi kasar atau rasio jumlah siswa yang bersekolah tidak akan mungkin diwujudkan tanpa bantuan pihak lain.

“Kalau kita hitung-hitung dari semua total jumlah kebutuhan sekolah di Indonesia dan kita proyeksikan ke depan, tidak mungkin [bisa terpenuhi] tanpa partisipasi pihak swasta,” ungkapnya.

Baca Juga :  Pesantren Kauman Kembangkan Kreativitas Santri Lewat Nobar dan Beda Film Pendek

Berdasarkan data Kemendikbud, jumlah sekolah negeri secara nasional umumnya semakin menipis pada jenjang pendidikan menengah. Artinya, jumlah SD bisa berlipat lebih banyak daripada SMP dan SMA.

Mengutip data Kemendikbud tersebut ada 131.879 atau 88,25 persen SD negeri dan 17.556 atau 11,75 persen sekolah SD swasta di Indonesia. Kemudian 23.594 atau 58,17 persen SMP negeri dan 16.965 atau 41,83 persen SMP swasta. Serta 6.883 atau 49,36 persen SMA negeri dan 7.061 atau 50,64 persen SMA swasta.

Sedangkan hitungan Kemendikbud mengestimasikan ada 13.668.764 siswa lulusan alih jenjang. Rinciannya sebanyak 2.325.914 siswa lulus PAUD, 4.082.808 siswa lulus SD, dan 3.177.234 siswa lulus SMP. (002/Gelora)