Sudahlah Dibantai, Kini Muslim Uighur China Terancam Corona

Muslim Uighur di Urumqi, Xinjiang, China diduga ditahan di kamp re-edukasi yang didirikan oleh Pemerintah China (BBC)

HALOPADANG.ID — China pada Selasa (28/7/2020) mencatat 68 kasus infeksi virus corona dengan sebagian besar kasus berada di Xinjiang, di mana 3 juta orang diyakini tengah ditahan di kamp-kamp ‘re-edukasi’ pemerintah China.

Melansir Daily Mail, dari 68 kasus yang dilaporkan, 57 kasusnya berasal dari wilayah barat laut Xinjiang, di mana jutaan penduduk tengah dikurung secara ketat di ibu kota regional Urumqi. Wilayah barat laut China telah berjuang melawan krisis wabah yang telah menginfeksi lebih dari 200 orang di sana, termasuk sejumlah etnis minoritas, demikian pernyataan Wakil Perdana Menteri Sun Chunlan.

Wabah yang meningkat di Xinjiang itu memicu ketakutan penularan infeksi terhadap jutaan Muslim Uighur yang diyakini ditahan dalam kamp ‘re-edukasi’ atau kamp ‘pendidikan ulang’.

Dilansir The Guardian, menurut Dr Anna Hayes, seorang dosen senior di bidang politik dan hubungan internasional di Universitas James Cook, Australia mengatakan bahwa dia takut tidak transparannya China tentang wabah Covid-19 tidak akan menyelesaikan permasalahan. “Perlakuan buruk dan penyiksaan yang mereka alami membuat para tahanan sangat rentan terhadap virus,” kata Dolkun Isa, presiden Kongres Uighur Dunia, kelompok advokasi yang berbasis di Jerman, kepada The Telegraph.

Isa mengatakan, banyak ” Muslim Uighur yang tewas karena kelalaian medis di kamp-kamp tersebut.” Dia juga berharap agar China segera menutup fasilitas tersebut. “Itu akan menjadi bencana kemanusiaan jika virus menyebar di dalam kamp,” ujar Isa yang berharap semoga saja hal itu belum terjadi. Ibu kota Xinjiang, Urumqi yang terdiri dari 3,5 juta orang melaporkan kasus infeksi Covid-19 pertamanya pada 16 Juli lalu.

Para ahli masih belum bisa mengonfirmasi asal muasal klaster terbaru Xinjiang yang sampai sekarang telah menginfeksi 235 orang.

Kebanyakan dari pasien yang terinfeksi mengatakan berasal dari etnis minortias, ujar Sun Chunlan, tanpa menyebut etnis atau warga mana secara spesifik. Sementara itu, kekhawatiran internasional terhadap para Muslim Uighur yang berada di kamp ‘re-edukasi’ China juga meningkat akibat sebuah video yang diduga menunjukkan genosida terhadap etnis minoritas tersebut. Sebuah video yang diduga peristiwa genosida terhadap kelompok etnik Uighur beredar di internet.

Dalam rekaman tersebut, tampak para tahanan dengan seragam berwarna biru duduk berbaris dan dibelenggu rantai.

Rambut mereka terlihat habis dicukur dengan mata ditutup. Mereka diperiksa satu per satu oleh petugas. Setelah diperiksa, para tahanan tersebut dibawa pergi dari sebuah tempat yang disinyalir ada di wilayah Xinjiang. Menteri Luar Negeri Bayangan Inggris, Lisa Nandy, mencurigai video tersebut merupakan tindakan genosida dari China terhadap etnis Uighur sebagaimana dilansir dari Yeni Safak, Minggu (20/7/2020).

Nandy mengatakan apa yang dilakukan oleh China adalah perbuatan penganiayaan dan pembunuhan skala besar yang disengaja terhadap sebuah etnis.

“Jelas terlihat seperti itu,” kata Nandy kepada BBC. Dia meminta Inggris untuk menjatuhkan sanksi sepihak kepada China sebagaimana halnya yang telah dilakukan AS.

Duta Besar (Dubes) China untuk Inggris, Liu Xiaoming, menyangkal video tersebut merupakan tindakan genosida. Dia bahkan mengaku tidak mengetahui adanya video itu.