Tak Ada Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Sumbar

wisatawan
Ilustrasi bandara

HALOPADANG.ID–Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatat tidak ada wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) April-Mei 2020. Kondisi ini disebutkannya, terjadi akibat adanya pandemi covid-19 yang masih terjadi di Indonesia maupun secara global di seluruh dunia.

Sebelumnya, pada Maret 2020 tercatat sebanyak 2.495 orang wisman yang datang ke Sumbar.

“Tidak ada wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) selama bulan April-Mei 2020. Sebelumnya, pada Maret 2020 mencapai 2.495 orang. Dan jika dibandingkan bulan April tahun 2019, mencapai 5.434 orang. Sedangkan bulan Mei 2019 kunjungan wisman ada 3.576 orang,” ungkap Kepala BPS Sumbar, Pitono, Jumat (3/7).

Jumlah wisatawan mancanegara merupakan data wisatawan yang masuk melalui pintu imigrasi di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dan Pelabuhan Teluk Bayur.

“Sejalan dengan itu, jumlah penumpang angkutan udara domestik yang berangkat maupun yang datang, dari Bandara Internasional Minangkabau pada bulan Mei 2020 juga mengalami penurunan,” sambungnya.

Jumlah penumpang yang berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau pada bulan Mei 2020 turun sebesar 93,03 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jumlah penumpang angkutan udara internasional yang berangkat dari BIM pada bulan Mei 2020 tidak ada sama sekali.

Jumlah penumpang angkutan udara domestik yang datang di BIM pada bulan Mei 2020 turun sebesar 96,78 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Dan penumpang angkutan udara internasional yang datang di BIM juga tidak ada sama sekali.

Sedangkan untuk jumlah barang yang diangkut melalui angkutan laut dalam negeri Sumatera Barat pada bulan Mei 2020 mengalami penurunan sebesar 3,77 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jumlah barang yang dibongkar melalui angkutan laut dalam negeri Sumatera Barat pada bulan Mei 2020 mengalami penurunan sebesar 21,69 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Terpisah, Akademisi Universitas Andalas (Unand) yang juga merupakan peneliti dari pusat pengembangan pariwisata di kampus tersebut, Sari Lenggogeni mengatakan pariwisata merupakan salah satu sektor yang akan sangat terdampak akibat pandemi Covid-19.

Butuh waktu setidaknya hingga dua tahun untuk memulihkan kembali sektor pariwisata di Tanah Air yang saat ini terpukul. Sektor pariwisata juga dinilai amat rentan terhadap bencana alam dan krisis.

“Saat ini yang terjadi adalah krisis bidang kesehatan yang membuat minat orang berwisata turun drastis. Kondisi ini juga berdampak terhadap sekitar 400 jura orang yang bergerak di bidang pariwisata di seluruh dunia kehilangan pekerjaan,” sebutnya.

Meskipun kondisi ini bukan hanya masalah Indonesia melainkan persoalan dunia, saat ini yang bisa dilakukan adalah mengevaluasi pengembangan pariwisata selama ini dan prioritas utama adalah keselamatan bersama.

Ia menyampaikan jika sudah ada regulasi yang baik maka akan bisa masuk pada tahap pemulihan.

Sebelumnya, pengamat ekonomi yang juga Direktur Eksekutif Economi Action (Econact) Indonesia, Ronny P Sasmita mengatakan ada faktor lain yang mempengaruhi sektor pariwisata.

“Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama berpeluang di bawah 5%, meskipun peluangnya tidak terlalu besar. Selain faktor pandemi corona yang mengganggu kinerja sektor pariwisata, faktor belanja pemerintah yang biasanya di awal tahun belum terlalu signifikan dan dorongan investasi yang kurang progresif di kuartal pertama,” ungkap Ronny.

Namun, Ronny menambahkan, Sumbar masih berpeluang berada dalam trend 5%, sebagaimana tahun-tahun belakangan ini.

“Mengingat konsumsi rumah tangga yang terbilang lumayan stabil dibanding dengan konsumsi rumah tangga di level nasional, serta topangan remitansi yang selama ini ikut membantu tingkat konsumsi masyarakat, kemungkinan Sumbar masih berpeluang dalam trend 5%,” jelasnya menambahkan.

Agar pertumbuhan ekonomi tidak memburuk ke level di bawah 5%, Ronny menuturkan beberapa antisipasi.

“Antisipasi yang paling utama adalah menjaga daya beli dan tingkat komsumsi rumah tangga, terutama untuk 40 persen masyarakat kelas menengah ke bawah, yang rawan jatuh ke bawah garis kemiskinan, dengan kebijakan-kebijakan dan program-program sosial kesejahteraan, termasuk insentif-insentif ekonomi bagi kalangan menengah ke bawah,” kata nya.

Kedua, belanja modal pemerintah daerah harus fokus pada pembenahan infrastruktur di sektor-sektor unggulan, yang akan mengungkit produktifitas dan kinerja sektor tersebut di satu sisi (termasuk produktifitas ekspor) dan akan memperlebar lapangan usaha di sisi lain. Intervensi semacam ini, diakui Ronny sangat diperlukan.

Dan ketiga, belanja modal juga harus fokus pada fasilitasi investasi, dibarengi dengan pembenahan dan singkronisasi regulasi antara provinsi dan kabupaten kota, guna akselerasi investasi. (Q-06)