HALOPADANG.ID — Laporan Andre Rosiade dan Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP-ISI) terkait dengan dugaan praktik predatory pricing (jual rugi) di industri semen nasional membuahkan hasil.
Hal ini ditandai dengan keluarnya putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan pelanggaran pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Conch South Kalimantan Cement (CONCH) dalam kasus penjualan semen jenis Portland Composite Cement (PCC) di wilayah Kalimantan Selatan.
Dalam perkara KPPU No. 03/KPPU-L/2020, CONCH terbukti melanggar Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana dinyatakan dalam sidang pembacaan putusan oleh Majelis Komisi pada Jumat (15/1) lalu. Oleh sebab itu, KPPU menjatuhkan denda sebesar Rp 22,35 miliar.
Sebagaimana diketahui, kasus ini merupakan tindak lanjut dari laporan publik yang masuk ke KPPU. Laporan ini bermula sejak 8 Agustus 2019 lalu saat Andre Rosiade dan FSP-ISI melaporkan dugaan praktik jual rugi secara langsung ke Kantor KPPU.
Menurut Andre, putusan KPPU Ini adalah kemenangan bersama seluruh rakyat Indonesia. Sejak 2018, ia konsisten membela industri semen Indonesia dalam melawan hegemoni asing di Industri semen nasional.
“Pada Agustus 2019 saya bersama rekan-rekan serikat pekerja industri semen melawan secara konstitusional dengan mendaftarkan gugatan dugaan adanya predatory pricing ini di KPPU. Alhamdulillah pada Jumat (15/1) kemarin, KPPU telah memutuskan bahwa PT Conch South Kalimantan Cement (CONCH) terbukti secara menyakinkan melanggar pasal 20 UU No 5/1999 sebagaimana dinyatakan dalam sidang pembacaan putusan oleh majelis Komisi. Dalam putusan tersebut KPPU menjatuhkan denda sebesar Rp 22,35 miliar.” jelas Andre dalam keterangan tertulis, Senin (18/1/2020).
Ia pun mengapresiasi keputusan KPPU ini karena putusan ini akan menyelamatkan industri semen domestik. Andre menganggap putusan ini adalah sinyal kepada pelaku pasar bahwa negara tidak akan pernah kalah oleh cara-cara curang dalam usaha menguasai pasar.
“Kami menunggu hingga 1,5 tahun hingga akhirnya putusan ini keluar,” ujarnya.
Selain soal praktik jual rugi yang terjadi di industri semen nasional, Andre juga konsisten memperjuangkan dilakukannya moratorium pembangunan pabrik semen baru. Menurutnya, moratorium pembangunan pabrik semen baru penting untuk dilakukan karena kondisi saat ini, yakni saat semen nasional dalam kondisi oversupply.
“Alhamdulillah pada Februari 2020, BKPM, Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian sepakat untuk melakukan moratorium pembangunan pabrik semen baru di Indonesia. Ini artinya, perjuangan untuk melindungi industri strategis nasional mulai menunjukkan hasil. Pertama, terkait dengan dijatuhkannya sanksi kepada pelaku praktik predatory pricing dan kedua terkait dengan moratorium pabrik semen baru. Semoga dua hal ini dapat menyelamatkan industri strategis nasional kita,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP-ISI) Kiki Warlansyah mengucapkan terima kasih atas perjuangan semua pihak, secara khusus kepada Andre Rosiade yang secara konsisten mengawal perjuangan ini dari awal sampai terbitnya putusan KPPU.
“Kami mengapresiasi putusan KPPU, sekaligus mengucapkan terima kasih kepada pak Andre yang telah berjuang bersama dan mengawal kasus ini dari tahap pelaporan hingga terbitnya putusan. Semoga putusan ini menjadi berkah bagi anak bangsa,” tutup Kiki. (HP-001/rel)