HALOPADANG.ID — Selama beberapa bulan, para ilmuwan telah mengetahui virus corona baru dapat bertahan dalam mikrodroplet atau tetesan air liur yang dikeluarkan pasien saat berbicara dan bernapas, tetapi sampai sekarang tidak ada bukti bahwa partikel-partikel kecil ini menular.
Sebuah penelitian baru oleh para ilmuwan di Universitas Nebraska yang diunggah ke situs jurnal medis pekan ini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa SARS-CoV-2 yang diambil dari mikrodroplet, yang didefinisikan sebagai di bawah lima mikron, dapat berlipat ganda saat dalam kondisi ruangan laboratorium.
Temuan ini meningkatkan hipotesis bahwa berbicara dan bernafas secara normal, tidak hanya batuk dan bersin, bisa menyebarkan Covid-19, dan bahwa dosis infeksi virus dapat menempuh jarak yang jauh lebih luas lebih dari dua meter yang menjadi pedoman jaga jarak sosial.
Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (22/7/2020), hasilnya masih dianggap pendahuluan dan belum muncul dalam jurnal peer-review, yang akan memberikan kredibilitas lebih untuk metode yang dirancang oleh para ilmuwan. Makalah ini diunggah ke situs web medrxiv.org, di mana sebagian besar penelitian mutakhir selama pandemi pertama kali dipublikasikan.
Tim yang sama menulis makalah pada bulan Maret yang menunjukkan bahwa virus itu tetap mengudara di kamar pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, dan penelitian ini akan segera diterbitkan dalam jurnal, menurut penulis utama.
Menurut profesor di Pusat Medis Universitas Nebraska, Joshua Santarpia, sebenarnya cukup sulit untuk mengumpulkan sampel.
Tim menggunakan perangkat seukuran ponsel, tetapi “konsentrasinya biasanya sangat rendah, peluang Anda untuk mendapatkan kembali bahan itu kecil”.
Para ilmuwan mengambil sampel udara dari lima kamar pasien yang terbaring di tempat tidur, dengan ketinggian sekitar 30 cm di atas kaki tempat tidur mereka.
Para pasien berbicara, yang menghasilkan mikrodroplet yang melayang di udara selama beberapa jam dalam apa yang disebut sebagai “aerosol”, dan beberapa mikrodroplet dihasilkan dari batuk.
Tim berhasil mengumpulkan mikrodroplet sekecil diameter satu mikron.
Mereka kemudian menempatkan sampel-sampel ini ke dalam kultur untuk membuatnya tumbuh, menemukan bahwa tiga dari 18 sampel yang diuji dapat ditiru.
Bagi Santarpia, ini merupakan bukti bahwa mikrodroplet, yang juga menempuh jarak yang jauh lebih luas daripada tetesan besar, mampu menginfeksi manusia.
“Ini direplikasi dalam kultur sel dan karenanya menular,” katanya kepada AFP.