HALOPADANG.ID — Wakil Ketua Komisi IX DPR, Ansory Siregar mengkritisi kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam sidang paripurna yang digelar di gedung DPR, Kamis (16/7/2020). Awalnya, Ansory menuturkan, bahwa dalam konstitusi di UUD 1945 disebutkan kesejahteraan harus dibangun bersama.
Dia mencontohkan pada pasal 23 ayat 1, APBN dipertanggungjawabkan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kemudian, pada pasal 28 h ayat 1 UUD 1945, setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Selanjutnya, pasal 28 h ayat 3 disebutkan setiap orang berhak mendapat jaminan sosial. Serta, pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yaitu fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
“Jadi kalau pemerintah atau Menko PMK mau jungkir balik pun dia, tidak bisa melawan pasal ini menaikkan BPJS. Yang fakir miskin ya, yang kelas III. Mau jungkir balik pun dia cari-cari alasan, UU manapun, dia pasti terganjal pasal 34 ayat 1 ini, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara,” ujar Ansory, Kamis (16/7).
Ansory lalu berbicara soal Perpres nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan muncul Perpres nomor 75 tahun 2019 yang menaikkan iuran BPJS dan telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Tetapi, muncul kembali Perpres nomor 64 Tahun 2020 yang dirasa masih memberatkan iuran BPJS.
“Begitu dibatalkan (Perpres nomor 75 tahun 2019) rakyat senang bergembira. Namin pimpinan, di kegembiraan, muncul Perpres 64 tahun 2020. Baru saja rakyat senang. Dengan munculkan Perpres jaminan sosial kenaikan Iuran BPJS menandakan pemerintah tidak empati terhadap masyarakat kecil, tuna empati,” ujar dia.
Selain itu, menurut Ansory, pemerintah juga tidak memberikan contoh yang baik terhadap penegakan hukum. “Baru saja kok MA putuskan (membatalkan Perpres). Diputuskan karena melanggar dua UU, UU DJSN, SJSN, UU BPJS dilanggar, itu asas keadilan sosial, asas kemanusiaan,” ujarnya.
Politikus PKS itu pun juga heran dengan seluruh pimpinan DPR tidak ada yang berkomentar soal kenaikan iuran BPJS tersebut. “Gak ada satupun yang komentar tentang fakir miskin ini? Dinaikkan dengan Perpres 64 itu, memang pekerja bukan penerima upah. Fakir miskin ini dari April sampe Desember gak naik, begitu 1 januari 2020 dinaikkan, Ini tipu-tipu!,” tegasnya.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad lantas merespons hal tersebut. Dia menyatakan bahwa pimpinan DPR juga memerhatikan rakyat miskin. “Soal fakir miskin dan anak terlantar kita sama-sama akan memikirkan. Kita gak diam. Boleh tanya dengan badan keahlian,” kata Dasco.
Dasco menambahkan, pihaknya akan mengundang Ansory dan komisi IX untuk membahas hal tersebut. Dengan nada keras, dia berjanji supaya Perpres terkait BPJS bisa ‘dikunci’ agar tidak menyusahkan rakyat.
“kita akan kunci perpres-perpres itu untuk memperhatikan fakir miskin dan anak terlantar!. Jadi jangan dikira kita pimpinan cuma diam. Kita sudah beberapa kali, Pak Ansory juga mengikuti, kita sudah rapat, kita minta pemerintah tidak dinaikkan tapi dinaikkan,” tegas Dasco.
“Kita akan sama-sama berjuang untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar. Itu janji kita pimpinan,” ujar politikus Gerindra itu.
Ansory kembali menimpali Dasco. Dia pun membandingkan bantuan ke BUMN sebesar Rp156 triliun dengan fakir miskin yang cuma Rp2,3 triliun.
“Bantuan ke BUMN Rp156 T, padahal fakir miskin ini hanya Rp2,3 triliun. Itu aja pimpinan. Untuk masyarakat gak ada untung rugi bicara kesehatan,” tutup dia.